30 May 2024

Agar Disukai Anak Muda, Kini Ada Jamu yang 'Sparkling'

Jamu kunyit asam dengan sparkling water di gerai jamu kekinian (Foto: Uyung/detikHealth)

Setelah diakui Organisasi Pendidikan, Keilmuan, dan Kebudayaan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNESCO) sebagai warisan budaya tak benda, jamu kini mulai banyak digemari oleh anak-anak muda. Kini, Gen Z memiliki alternatif lain untuk diminum, ketika bosan berkunjung ke coffee shop.

Pendiri gerai jamu kekinian ACARAKI, Jony Yuwono, mengaku sempat heran karena justru 70 persen pelanggannya adalah anak-anak muda. Padahal, sebelumnya dirinya menargetkan para lanjut usia (lansia) yang memang sebelumnya telah familiar dengan jamu.

"Waktu awal sebelum buka sih kita sudah siap menargetkan orang-orang tua, namun hasilnya malah 70 persen pelanggan kita adalah anak-anak muda dan disambut cukup positif," ujar Jony saat Peringatan Hari Jamu Nasional 2024 di Taman Mini Indonesia Indah (TMII), Senin (27/5/2024).

Jony melanjutkan anak-anak muda menyukai menu-menu yang terasa dekat dengan mereka. Di ACARAKI sendiri, lanjut Jony, menawarkan banyak menu-menu modern yang mampu menarik perhatian anak muda dan perlahan memudarkan stigma jamu pahit.

"Kunyit asam dengan soda itu paling favorit, lalu Bereskrim, beras kencur dengan es krim. Lalu golden yoghurt, kunyit asam dengan yoghurt itu juga favorit. Yang baru kita baru coba Alea Smile yaitu sereh dengan temulawak, lalu juga golden latte kita mengekstraksi kunyit dengan mesin espresso, terus kita bikin latte art," tambahnya.

Meskipun begitu, Jony yang juga sebagai Ketua Umum Gabungan Pengusaha Jamu (GP Jamu) periode 2024-2028 mengatakan anak-anak muda masih harus terus diberikan edukasi terkait jamu. Hal ini sebagai upaya untuk mempopulerkan jamu di kalangan Gen Z.

"Aku rasa tidak lari dari mengedukasi, mengajak anak-anak muda untuk mengikuti proses. Untuk mengerti makna dari jamu itu sendiri. Seperti yang diakui oleh UNESCO, budaya sehat jamu diakui sebagai warisan budaya tak benda. Kebiasaan dalam mengonsumsi jamu itulah yang diakui oleh UNESCO," papar Jony.

Namun, dalam perjalanan mempopulerkan jamu ke kalangan anak-anak muda. Jony mengaku masih banyak menemui hambatan seperti persepsi masyarakat tentang jamu yang dianggap cara kerjanya seperti obat konvensional, yakni dapat menyembuhkan penyakit dengan cepat.

"Seringkali jamu dibandingkan, disamakan dengan obat konvensional. Selalu saja ditanya apakah ini (jamu) bisa menyembuhkan secara instan. Fungsi jamu sebenarnya adalah untuk preventif dan promotif. Jadi bukan ketika sakit baru mencari jamu," pungkasnya.

Selain itu, stigma jika jamu selalu memiliki rasa pahit sehingga membuatnya banyak tak disukai, menurut Jony hal ini harus diluruskan. Padahal, di balik rasa pahitnya tersimpan banyak manfaat yang bagus untuk tubuh.

"Kembali lagi pahit itu kan hanya dari segi rasa dan apa yang bagus itu pahit? Kembali lagi, kopi juga pahit, teh juga pahit, semuanya itu pahit," kata Jony.

"Namun kembali lagi tujuan mengonsumsi hal tersebut untuk apa, kalau misalnya mindset-nya sudah benar, yakni kesehatan. Aku rasa mau sepahit apapun juga orang akan minum," tutupnya.


























Artikel ini telah tayang di health.detik.com dengan judul "Kata Siapa Jamu Harus Pahit? Jamu 'Sparkling' Juga Ada di Sini"