11 September 2024

Banyak Anak Muda Jepang Hidup Sendiri dan Takut Mati Kesepian

Ilustrasi sedih. (Foto: Getty Images/kieferpix)

Mulai banyak anak muda di Jepang yang memiliki ketakutan mati kesepian meski mereka hidup sendiri. Mereka pun melakukan banyak cara untuk tidak menghadapi kematian dalam kesendirian, termasuk mengandalkan bantuan dari aplikasi,

Seperti yang dilakukan Shota Terazono (bukan nama sebenarnya). Selama ini, Shota yang berusia 29 tahun hidup sendiri di apartemennya di Prefektur Saitama.

Secara fisik dirinya mengaku sehat dan tidak ada keinginan untuk bunuh diri, namun di sisi lain ia juga mengalami depresi. Ia khawatir suatu saat nanti ia bisa meninggal sendirian oleh sebab-sebab yang tak diinginkan.

Aplikasi yang digunakan secara gratis itu dirancang mengurangi sedikit masalah keterasingan ekstrem yang tengah terjadi di Jepang. Hidup sendiri adalah fakta kehidupan di Jepang yang terus berkembang. Hal ini dapat memunculkan risiko kodokushi atau meninggal kesepian.

"Mereka bertanya-tanya mengapa seorang pria berusia 20-an mengkhawatirkan sesuatu seperti meninggal sendirian," kata Shota dikutip dari Japan Today, Senin (9/9/2024).

Menurutnya, orang yang bertanya-tanya soal itu adalah orang yang tumbuh dalam keluarga 'normal' dan diliputi oleh banyak kebahagiaan. Sedangkan ia tidak pernah merasakan hal yang serupa.

Ia mengalami perundungan sejak bayi oleh saudara laki-lakinya yang 7 tahun lebih tua. Ia diancam setiap hari dengan kekerasan yang meningkat, bahkan juga dari ibunya. Shota tumbuh dalam kebingungan, stres, depresi, hingga ketidak berdayaan.

Pada saat ini ia bekerja di apartemennya. Shota mengaku memiliki gaji yang sangat kecil dan tidak pernah memikirkan pernikahan sama sekali.

"Saya tidak tahu bagaimana mengubah hidup saya," kata Shota menambahkan bahwa ia harus menanggung hidup adik laki-lakinya yang juga menjadi sesama korban.

Aplikasi tersebut dikembangkan oleh direktur sebuah LSM Enrich bernama Isao Konno sejak tahun 2018. Pembuatan aplikasi tersebut didasari oleh kematian adik laki-lakinya.

Kematian sang adik membuat Konno begitu terkejut, karena ia tidak melihat gejala apapun dari adiknya.

"Saya berbicara dengannya dua hari sebelum meninggal. Tidak ada tanda-tanda bahwa ada yang salah. Dia berusia 51 tahun, masa keemasannya. Ia hidup sendiri dan meninggal sendirian," ujar Konno.

"Ia mengalami kejang mendadak, mungkin terkait dengan alkohol. Jasadnya ditemukan seminggu kemudian," sambungnya.

Aplikasi yang dibuat Konno membutuhkan aplikasi layanan pesan instan. Aplikasi tersebut nantinya dapat mengirimkan pesan pertanyaan singkat ke pengguna. Apabila pengguna tidak merespon, maka pertanyaan baru akan dikirimkan keesokan harinya.

Jika masih tidak merespon, aplikasi akan melakukan panggilan telepon, lalu juga memberikan notifikasi pada kerabat atau teman yang didaftarkan. Jika tidak ada, maka pemberitahuan akan disampaikan kepada pihak berwenang.

Konno mengklaim aplikasi tersebut sudah memiliki 14 ribu pelanggan. Sebagian besar pengguna aplikasi ini digunakan oleh orang berusia 40-50 tahun. Namun, demografinya justru berubah kini banyak digunakan orang berusia belasan hingga 30-an tahun.


























Artikel ini telah tayang di health.detik.com dengan judul "Mulai Banyak Anak Muda Jepang yang Hidup Sendiri Takut Mati Kesepian"