Ilustrasi warga China (Foto: Nafilah/detikHealth) |
Sejumlah wanita di China mengaku menerima panggilan telepon dari pegawai pemerintah yang mendesak mereka untuk segera hamil. Salah satu wanita tersebut bernama Jane Huang berusia 35 tahun dari Provinsi Fujian.
Ia mengatakan pegawai pemerintah yang meneleponnya bahkan sampai menanyakan kapan terakhir ia datang bulan alias menstruasi. Pegawai pemerintah itu juga menyarankan agar ibu satu anak itu menelepon di masa mendatang untuk mengingatkannya kapan dia harus memiliki anak lagi.
"[Halo!] Apakah itu Nona Huang? Maaf mengganggu Anda. Saya dari kantor kecamatan Anda, apakah Anda sedang hamil sekarang?" kata Huang, dikutip dari SCMP.
"Saya tertawa terbahak-bahak saat menceritakannya kepada suami saya. Surveyor itu pasti dari generasi sebelumnya, yang tidak menyadari bahwa dia berbicara kepada generasi yang sama sekali berbeda yang lebih menghargai privasi, kualitas hidup, dan pilihan," katanya.
Huang adalah salah satu dari puluhan ribu wanita China usia subur yang dikejar melalui kampanye gencar yang diselenggarakan oleh jaringan administratif distrik yang luas. Pegawai pemerintah telah dimobilisasi untuk menghubungi wanita di lingkungan mereka guna mendesak mereka untuk hamil.
Pemerintah pusat juga berharap untuk mengetahui mengapa begitu banyak wanita enggan memiliki anak lagi, dan merancang opsi kebijakan baru karena penurunan angka kelahiran mengarahkan negara menuju krisis demografi.
Pada tanggal 17 Oktober, Pusat Penelitian Kependudukan dan Pembangunan China mengumumkan bahwa mereka akan melakukan survei nasional dalam upaya untuk "memperoleh data baru tentang pandangan mengenai perkawinan dan kesuburan serta faktor-faktor utama yang memengaruhinya".
Survei Sampel tentang Populasi dan Perkembangan Keluarga di China, yang disetujui oleh Biro Statistik Nasional pada tanggal 11 Oktober, menargetkan wanita usia subur, yang didefinisikan oleh biro tersebut sebagai wanita berusia antara 15 dan 49 tahun, dari sekitar 30.000 keluarga, yang mencakup 1.500 komunitas atau desa di 150 daerah.
Pusat tersebut mengatakan survei tersebut akan difokuskan pada pemahaman "kesulitan dan kebutuhan nyata keluarga dalam proses kelahiran dan pengasuhan anak", serta alasan "tidak ingin atau tidak berani punya anak", untuk menyediakan dasar ilmiah dalam rangka meningkatkan kebijakan dan insentif dukungan fertilitas.
Dalam kasus Huang, upaya pemerintah terhenti. Ia mengatakan bahwa ia segera mengakhiri pembicaraan, dan memberi tahu pegawai pemerintah bahwa ia tidak memiliki rencana untuk memiliki anak kedua.
"Ketika dia bertanya kenapa, saya bilang saya tidak punya uang, waktu, dan tenaga untuk punya anak kedua."
Sentimen Huang "sangat umum", menurut pejabat tingkat distrik dari tiga provinsi pesisir, yang berbicara kepada Post dengan syarat anonim. Mereka mengatakan banyak responden telah menyampaikan "keluhan yang kuat" tentang kebijakan satu anak serta kekhawatiran yang cukup besar tentang ekonomi dan ketenagakerjaan.
"Banyak orang yang telah didenda oleh pemerintah karena melanggar aturan pengendalian kelahiran sebelumnya, mengatakan pihak berwenang harus mengembalikan denda yang dijatuhkan kepada keluarga," kata seorang pejabat dari Fujian, bermarga Lin, yang terlibat dalam survei tersebut.
"Mereka mengatakan bahwa itulah cara terbaik bagi pemerintah untuk menunjukkan ketulusan jika ingin mendukung kelahiran," imbuh Lin.
Sebelumnya, pasangan yang memiliki anak lebih banyak dari yang diizinkan diharuskan oleh departemen pengendalian kelahiran setempat untuk membayar "biaya pemeliharaan sosial", agar anak tersebut terdaftar secara sah di rumah tangga tersebut.
Di China, angka kelahiran anjlok dan terus menurun meskipun ada upaya untuk mendorong warganya memiliki lebih banyak anak.
Negara ini meluncurkan kebijakan satu anak yang ketat pada tahun 1979 untuk mengekang pertumbuhan populasi yang cepat dengan angka kelahiran negara tersebut yang menurun drastis sejak akhir tahun 1980-an.
Angka kelahiran di China turun menjadi 1,09 pada tahun 2022, menurut perkiraan Pusat Penelitian Penduduk dan Pembangunan China. Sementara angka kelahiran total di Shanghai, salah satu kota terkaya di China, turun menjadi 0,6 pada tahun 2023, menurut pemerintah kota.
Artikel ini telah tayang di health.detik.com dengan judul "Angka Kelahiran Anjlok, Pemerintah China Telepon Warganya Minta Segera Hamil"