![]() |
Ilustrasi cacing. (Foto: iStock/TASOTMAH) |
Belum lama ini balita di Sukabumi, Jawa Barat, dilaporkan terkena infeksi cacing nyaris di seluruh tubuhnya. Ia dalam kondisi kekurangan cairan berat saat mendatangi IGD RSUD Syamsudin.
dr Irfan yang menangani balita bernama Raya tersebut, semula bahkan menemukan cacing keluar dari hidungnya. Endah (30), ibu Raya mengaku tidak pernah mengetahui riwayat infeksi cacing yang dialami anaknya, sebelum meninggal dunia.
"Iya ada cacing, katanya ada yang ukuran sekilo, berarti udah besar dalam perut. Nggak tahu dari makanan atau dari mana itu cacingnya," cerita Endah, kepada detikJabar, dikutip Rabu (20/8/2025).
Pemeriksaan menunjukkan adanya cacing gelang atau ascaris lumbricoides di tubuh Raya, memicu kondisi tak stabil hingga meninggal.
Menurut dr Irfan, infeksi bisa terjadi ketika telur cacing tertelan, baik melalui makanan, minuman, ataupun tangan yang kotor. "Telur akan menetas di usus, lalu berkembang menjadi larva yang bisa menyebar lewat aliran darah ke organ-organ, bahkan otak. Itu sebabnya pasien bisa tidak sadar," jelas dr Irfan.
Mantan Direktur Penyakit Menular WHO Asia Tenggara Prof Tjandra Yoga Aditama ikut menyoroti kasus terkait. Menurutnya, perlu ada pemantauan atau tindak lanjut pada sekitar pemukiman tempat raya tinggal.
Terlebih, saat mengetahui adanya infeksi cacing. "Ini melihat kemungkinan cacing di lingkungan sekitarnya dan penanganan segera supaya tidak ada kasus yang menyedihkan lagi," tandas dia, dalam keterangan tertulis yang diterima detikcom Rabu (20/8).
Mengacu penjelasan WHO, Prof Tjandra menekankan penyakit cacing merupakan infeksi yang dipicu berbagai jenis parasit cacing. Salah satunya seperti yang dilaporkan pada kasus Raya, yakni cacing gelang 'Ascaris lumbricoides.
Adapula cacing cambuk Trichuris trichiura dan cacing tambang yang dapat berupa "Necator americanus" serta "Ancylostoma duodenale".
Ia mewanti-wanti penularan bisa terjadi melalui telur cacing yang ada dalam tinja kemudian mengkontaminasi tanah, utamanya saat sanitasi di daerah setempat relatif buruk.
"Telur cacing tersebut dapat tertelan oleh anak-anak yang bermain di tanah yang terkontaminasi, lalu memasukkan tangan mereka ke dalam mulut tanpa mencucinya. Tentu saja ada cara penularan lain seperti melalui air yang tercemar dan lain-lain," wanti-wantinya.
Gangguan nutrisi anak yang cacingan
Anak-anak yang terpapar infeksi cacing disebut Prof Tjandra bisa mengalami gangguan fisik dan nutrisi. Artinya, gizi tidak bisa diserap dengan baik.
"Untuk penanganan kecacingan ini maka WHO menyampaikan setidaknya ada empat pendekatan, yaitu konsumsi obat cacing secara berkala, penyuluhan kesehatan, memperbaiki sanitasi dan kalau sudah terjadi penyakit maka sebenarnya sudah tersedia obat yang aman dan efektif untuk mengobatinya," saran dia.
WHO sudah mencanangkan target global pengendalian kecacingan pada 2030, ia juga berharap Indonesia memberikan target eliminasi kasus yang jelas atas laporan kecacingan.
"Apalagi kalau kita akan menyongsong Indonesia Emas 2045 yang tentu tidak elok kalau masih ada masalah kecacingan di masa itu nantinya," pungkas dia.
Artikel ini telah tayang di health.detik.com dengan judul "Eks Pejabat WHO Ikut Soroti Kasus Cacingan di Balita Sukabumi, Wanti-wanti Ini"