![]() |
Ilustrasi kanker payudara. (Foto: Getty Images/iStockphoto/AndreyPopov) |
Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI mengungkapkan kanker payudara masih menjadi jenis kanker dengan kasus tertinggi di Indonesia. Direktur Penyakit Tidak Menular Kemenkes Siti Nadia Tarmizi mengungkapkan prevalensi kasus kanker payudara di Indonesia berada di angka 42 per 100 ribu penduduk.
Kanker payudara lalu disusul kanker serviks dengan 23 per 100 ribu penduduk.
"Dari data kita lihat bahwa kalau di tahun 2022, insiden kanker payudara itu 66 ribu. Diperkirakan tahun 2040 kalau kita tidak melakukan intervensi yang cukup besar, maka kasus itu akan meningkat menjadi 87 ribu di tahun 2040," ucap Nadia ketika ditemui awak media di Jakarta Pusat, Jumat (17/10/2025).
"Kalau angka kematian itu kematiannya 22 ribu di tahun 2022 dan nanti akan bertambah 10 ribu di tahun 2040," sambungnya.
Tingginya penyakit kanker, khususnya payudara, menjadi perhatian besar bagi Kemenkes. Untuk di Indonesia sendiri, sekitar 60 persen dari seluruh kasus kanker berakhir pada kematian.
Hal ini cukup memprihatinkan mengingat sebenarnya kanker sangat mungkin ditangani dengan baik, asal ditemukan lebih dini. Bahkan, menurut Nadia kanker payudara merupakan salah satu jenis kanker dengan survival rate yang lebih tinggi dibanding kanker lain.
Ia lantas membandingkan penanganan kasus kanker payudara di luar negeri dan dalam negeri. Menurut Nadia, survival rate untuk pasien kanker payudara di negara maju bisa mencapai 90 persen karena umumnya ditemukan pada stadium awal seperti stadium 1 dan stadium 2.
Bahkan pada perjalanannya, pasien tidak mengalami relaps lagi setelah dinyatakan bersih. Menurutnya, ini cukup berbeda situasinya dengan Indonesia.
"Sementara di negara kita itu masih lagi 40-50 persen (survival rate)," jelas Nadia.
"Dari sasaran kita sekitar 41 juta perempuan Indonesia (untuk melakukan skrining) itu yang melakukan screening ya pada tahun 2024 itu baru 10,8 persen. Jadi masih sedikit sekali," sambungnya.
Siasat Kemenkes untuk Tekan Kasus
Oleh karena itu, Nadia mengatakan pihaknya akan terus melakukan promosi terkait pentingnya pemeriksaan dini. Menurutnya, promosi ini sudah dilakukan sejak anak usia sekolah.
Melalui program UKS sekolah, anak-anak diajari dengan Sadari (pemeriksaan payudara sendiri). Dengan begini, anak-anak sekolah bisa mengenal tanda awal kanker payudara yang mungkin bisa muncul di tubuh mereka.
"Sebenarnya kita mengajarkan bahkan dari anak SMP ya sejak pertama kali mereka mendapatkan menstruasi. Itu melalui program UKS, itu kita mengajarkan program Sadarinya, yaitu periksa payudara sendiri," jelas Nadia.
"Kalau mereka memang merasakan kayak ada benjolan atau seperti apa mereka bisa langsung ke puskesmas dengan pemeriksaan sadanis (pemeriksaan payudara klinis) itu ada dan bahkan kita sudah melengkapi puskesmas itu dengan USG," tandas Nadia sambil mengingatkan pemeriksaan bisa dilakukan secara gratis.
Artikel ini telah tayang di health.detik.com dengan judul "Survival Rate Kanker Payudara RI Masih Kalah dari Negara Maju, Kemenkes Ungkap Penyebabnya"