![]() |
| istimewa |
Isu soal pelarangan impor pakaian bekas kembali mencuat pasca pernyataan Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa terkait komitmen pemerintah untuk menindak tegas praktik impor balpres (bal pakaian bekas).
Purbaya menilai, selain merugikan industri tekstil dalam negeri, peredaran pakaian bekas impor juga menimbulkan beban ekonomi baru karena negara harus mengeluarkan biaya tambahan untuk proses hukum dan pemusnahan barang ilegal.
Langkah ini turut didukung Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Gubernur DKI Jakarta Pramono Anung Wibowo menegaskan pihaknya akan melarang praktik thrifting (jual beli baju bekas) di pasar-pasar ibu kota.
"Kami mendukung kebijakan pemerintah pusat, termasuk melarang thrifting di pasar-pasar Jakarta," kata Pramono kepada wartawan, Jumat (24/10/2025).
Ia juga meminta dinas terkait memberikan pelatihan usaha bagi pedagang UMKM agar tidak bergantung pada jual beli barang bekas impor.
Terlepas dari pro kontra kebijakan tersebut, apakah membeli baju thrifting aman untuk kulit?
Menurut dr Arini Widodo, SpDV, dokter spesialis kulit dan kelamin dari PERDOSKI, pakaian bekas memiliki risiko tinggi menularkan penyakit kulit karena kebersihannya tidak dapat dijamin.
"Pakaian bekas bisa membawa agen infeksi seperti bakteri, jamur, virus, maupun parasit (tungau dan kutu) yang berpotensi menular ke pemakainya," jelas dr Arini.
Beberapa penyakit yang dapat timbul antara lain:
- Scabies (kudis), akibat tungau yang bersarang di serat kain dan menyebabkan gatal hebat, terutama di malam hari.
- Eksim dan dermatitis kontak, muncul ketika pakaian berdebu atau lama disimpan, menyebabkan kulit gatal, merah, bahkan melepuh bila terus digaruk.
- Infeksi sekunder, akibat berpindahnya cairan tubuh seperti keringat atau air liur dari orang yang sebelumnya mencoba pakaian.
"Pernah ditemukan virus pernapasan seperti influenza yang menempel pada pakaian bekas. Barang yang berpindah-pindah tangan ini bisa menjadi jalur penularan infeksi," tambahnya.
Selain itu, bahaya lain juga datang dari bahan kimia pembersih atau disinfektan yang digunakan penjual untuk mensterilkan pakaian.
"Uap bahan kimia tersebut bisa menyebabkan sakit kepala, pusing, mual, atau bahkan kejang bila terhirup terus-menerus," kata dr Arini.
Meski begitu, risiko tersebut sebetulnya bisa diminimalisir dengan cara mencucinya. Terlebih, thrifting tetap punya sisi positif bagi lingkungan dan ekonomi, selama masyarakat memahami cara menjaga kebersihannya.
"Membeli baju thrifting boleh saja, asal dicuci dengan benar sebelum digunakan," ujar dr Ruri saat dihubungi detikcom, beberapa waktu lalu.
Ia menyarankan beberapa langkah penting sebelum mengenakan pakaian bekas:
- Cuci dengan air panas dan deterjen sesegera mungkin setelah dibeli.
- Rendam dengan desinfektan khusus pakaian atau gunakan pengaturan mesin cuci bersuhu tinggi.
- Keringkan dan setrika hingga panas, agar sisa mikroorganisme mati sempurna.
"Hindari memakai pakaian bekas sebelum dicuci, terutama untuk pakaian dalam, handuk, dan pakaian tidur. Idealnya jenis ini tidak dibeli dalam kondisi bekas," tegasnya.
Artikel ini telah tayang di health.detik.com dengan judul "Viral Purbaya Sikat Mafia Baju Bekas, Ini Kata Dokter Kulit soal Baju Thrifting"
