Hagia Sophia

21 August 2024

Pemanfaatan BPA Tidak Hanya untuk Kemasan Air Minum

Banyak mitos yang keliru tentang BPA (Foto: Getty Images/eakgrunge)

Bicara soal Bisphenol A atau BPA, umumnya yang terbayang adalah kemasan plastik untuk makanan atau minuman. Nggak salah sih, namun sebenarnya pemanfaatan BPA dalam keseharian jauh lebih luas lagi.

Dikutip dari buku How to Understand BPA Correctly, BPA pertama kali dibuat tahun 1891 dan telah diproduksi massal untuk keperluan sehari-hari sejak saat itu. Dalam industri polimer, BPA merupakan komponen penting dalam pembuatan plastik polikarbonat (PC).

Sebagai bahan pembuat plastik, BPA punya keunggulan yakni tahan terhadap suhu dari -40 hingga 145 derajat celcius. Sifatnya yang kuat, keras, tahan terhadap berbagai macam kondisi membuatnya populer sebagai bahan pembuat produk yang berkontak dengan makanan.

Namun jika ada anggapan BPA hanya ada di kemasan galon, maka anggapan itu tidak tepat. Pernah mengonsumsi makanan yang dikemas dengan kaleng? Pelapis logam yang dipakai untuk mengemas makanan menggunakan resin epoksi, yang juga memakai BPA sebagai bahan bakunya.

Penggunaan resin epoksi dari BPA sebagai pelapis dalam kemasan makanan berbahan logam adalah untuk mencegah korosi dan reaksi bahan pengemas dengan pangan yang dikemasnya.

Selain itu, BPA dipakai juga sebagai penstabil dan antioksidan dalam produksi plastik Polyvinyl Chloride (PVC). Pembuatan dental sealant untuk melapisi gigi agar tidak mudah berlubang, dan juga thermal paper atau biasa dikenal sebagai struk belanja ataupun kertas bon, juga dibuat dengan menggunakan BPA.

Dengan kata lain, BPA sudah sejak lama ada dan dimanfaatkan dalam kehidupan sehari-hari. Hal itu juga ditegaskan oleh dr Aditiawarman Lubis, MPH, praktisi kesehatan dari Lembaga Riset Ikatan Dokter Indonesia, dalam diskusi detikcom Leaders Forum baru-baru ini.

"BPA ini tidak lepas dari kehidupan sehari-hari kita. Suka tidak suka, sadar tidak sadar kita terpapar oleh BPA itu," kata dr Adit, sapaan akrabnya.

"Nah yang perlu diperhatikan pada kemasan ini adalah yang disebut dengan batas aman. Dan itu sudah diatur oleh regulator dalam hal ini Badan POM," lanjutnya.

Pakar polimer dari Institut Teknologi Bandung (ITB), Akhmad Zainal Abidin, mengatakan migrasi BPA terjadi sebenarnya bukan pada partikel yang telah menjadi padatan plastik. Migrasi dialami oleh partikel BPA yang tidak 100 persen bereaksi, lalu terpapar kondisi lingkungan seperti pemanasan pada suhu di atas 70 derajat celcius.

"Kadang-kadang, di dalam reaksi pembentukan plastik, tidak 100 persen reaksi. Jadi, masih ada sisa," terang Prof Akhmad.

Terkait kekhawatiran tentang paparan BPA, Peraturan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) No 20 tahun 2019 tentang Kemasan Pangan menetapkan batas migrasi maksimal BPA adalah sebesar 0,6 bagian perjuta (bpj) atau 600 mikrogram/kg. Sementara itu, diperkirakan migrasi BPA dari wadah plastik dalam keseharian terjadi tidak lebih dari 2 nanogram tiap penggunaan.

Anguis Institute For Health Education menakar paparan BPA maksimal yang terjadi saat seseorang mengonsumsi botol berisi 2 liter air adalah 6 nanogram/kg berat badan/hari. Angka ini jauh di bawah batas aman yang dianjurkan Otoritas Keamanan Pangan Eropa (EFSA), yakni 4 mikrogram/kg berat badan/hari atau 4.000 nanogram/kg/hari.

























Artikel ini telah tayang di health.detik.com dengan judul "BPA Ada di Mana-mana, Kata Siapa Cuma untuk Kemasan Air Minum?"