Foto: Grandyos Zafna |
Pemimpin tertinggi Gereja Katolik sedunia sekaligus Kepala Negara Vatikan, Paus Fransiskus tiba di Indonesia pada Selasa (3/9/2024). Kunjungan ini masuk ke dalam agenda perjalanan apostolik yang akan berlangsung hingga 6 September 2024. Indonesia menjadi negara tujuan pertama Paus Fransiskus di wilayah Asia Tenggara.
Selama di Indonesia, rencananya Paus Fransiskus akan mengikuti beberapa agenda kenegaraan dan keagamaan di sejumlah tempat. Hari ini, Rabu (4/9) Paus Fransiskus diterima di Istana Kepresidenan dan bertemu dengan Presiden Jokowi. Kemudian Paus akan menghadiri acara di Cathedral Church & Young Center Graha Pemuda.
Paus Fransiskus berusia dua tahun lebih muda daripada Paus Benediktus XVI saat ia terpilih pada 2005, tetapi siapa sangka, pria berusia 87 tahun asal Argentina itu selama ini hidup dengan satu paru-paru.
Menurut laporan Associated Press (AP), Paus Fransiskus, yang sebelumnya dikenal sebagai Kardinal Jorge Bergoglio, menjalani operasi pengangkatan salah satu paru-parunya saat masih remaja karena infeksi.
Schaffner, mantan presiden National Foundation for Infectious Diseases, mengatakan ada beberapa alasan mengapa Paus Fransiskus itu menjalani operasi pengangkatan paru-paru sekitar enam dekade lalu.
"Dulu ketika ia masih muda, belum ada terapi obat antibiotik yang meluas, dan mungkin saja ia mengalami keterlibatan paru-paru atau sebagian paru-paru yang cukup parah dan harus diangkat," kata Schaffner berbicara riwayat TBC Paus Fransiskus.
"Itu adalah pengobatan yang cukup standar di era sebelum obat antibiotik."
Ia juga disebut mengalami komplikasi batuk rejan, atau pertusis. "Batuk rejan dapat menyebabkan penyakit pada saluran bronkial dan dapat menyebabkan infeksi kronis," kata Schaffner.
"Sekali lagi, ini terjadi sebelum antibiotik konvensional tersedia secara luas, jadi mereka mungkin harus mengobati komplikasi ini dengan pembedahan dengan mengangkat seluruh atau sebagian paru-parunya," kata Schaffner.
Bagaimana Orang Hidup dengan Satu Paru-paru?
Meskipun infeksi ini lebih umum terjadi pada orang setengah baya daripada remaja, Schaffner mengatakan kemungkinan itu adalah yang paling mungkin terjadi mengingat terbatasnya informasi tentang pengangkatan paru-paru.
Ketika ditanya apakah seseorang dapat bertahan hidup dengan satu paru-paru, Schaffner berkata hal itu tentu bisa terjadi. "Mudah, orang dengan satu paru-paru bisa hidup normal," katanya.
"Banyak orang yang telah menjalani kehidupan yang sangat normal, bahkan bermain tenis, hiking, dan jogging dengan satu paru-paru," kata Schaffner. "Rasanya sama seperti bisa hidup hanya dengan satu ginjal."
Meski bisa hidup normal, orang dengan satu paru-paru tentu memiliki catatan saat menjalani aktivitas, terlebih di usia yang sudah lanjut. Mereka lebih rentan terkena risiko penyakit seiring dengan sistem kekebalan tubuh yang mulai melemah.
"Pneumonia, pada kenyataannya, adalah salah satu kondisi pernapasan yang paling umum seiring bertambahnya usia," kata dokter spesialis paru-paru Dr. Greg Martin, yang mengajar di Universitas Emory dan mengkhususkan diri dalam perawatan kritis.
Martin mengatakan hanya ada sedikit data tentang prognosis orang dengan satu paru-paru dan infeksi ini karena memiliki satu paru-paru sangat jarang. Namun, ia menduga itu akan menjadi faktor yang mempersulit. Orang dengan kapasitas paru-paru yang menurun, seperti mereka yang mengidap emfisema, mengalami kesulitan lebih besar untuk pulih dari infeksi paru-paru karena mereka tidak memiliki kapasitas paru-paru yang sehat 'cadangan' untuk membantu mereka bernapas saat infeksi tersebut sembuh.
"Bagi seseorang seperti dia, satu paru-paru merupakan komplikasi yang potensial," katanya.
"Jika seseorang memiliki kapasitas paru-paru yang berkurang, satu paru-paru, penyakit paru-paru yang mendasarinya, mereka lebih rentan terhadap pneumonia yang lebih parah dan komplikasi yang lebih serius dari pneumonia."
Artikel ini telah tayang di health.detik.com dengan judul "Kisah Paus Fransiskus Hidup dengan Satu Paru-paru Sejak Remaja"