![]() |
Ilustrasi warga Indonesia (Foto: ANTARA FOTO/GALIH PRADIPTA) |
United Nations Population Fund (UNFPA) mengatakan banyak orang yang semakin khawatir akan ketidakpastian ekonomi dan keberlanjutan lingkungan hidup, yang membuat mereka menahan keinginannya untuk memiliki atau menambah anak. Jika dibiarkan, tren ini bisa mengakibatkan krisis kependudukan di masa depan.
Hal tersebut terungkap melalui laporan Situasi Kependudukan Dunia atau State of World Population (SWP) 2025 yang dibuat oleh UNFPA dan YouGov. Survei melibatkan 14 ribu responden di 14 negara, yang menjadi tempat tinggal dari lebih sepertiga penduduk global, termasuk Indonesia.
Laporan ini diterbitkan setiap tahun sejak 1978, menyoroti berbagai isu yang muncul di bidang kependudukan dan kesehatan seksual dan reproduksi. Laporan SWP mengangkat isu-isu tersebut ke arus utama, dan mengeksplorasi berbagai tantangan serta peluang yang dihadirkannya bagi pembangunan internasional.
Di Indonesia, 74 persen perempuan dan 77 persen laki-laki ingin memiliki dua anak atau lebih. Angka ini lebih tinggi dari rata-rata global, yakni 62 persen pada perempuan dan 61 persen pada laki-laki.
Namun, keinginan mereka tertahan oleh kekhawatiran akan tingginya biaya membesarkan anak (39 persen), keterbatasan tempat tinggal (22 persen), hingga ketidakstabilan pekerjaan (20 persen).
"Krisis fertilitas sesungguhnya bukanlah soal orang yang tidak ingin punya anak, melainkan banyak yang ingin punya anak tapi tidak mampu," kata Hassan Mohtashami, UNFPA Indonesia Representative pada press briefing SWP 2025, di kantor UNFPA, Jakarta Pusat, Kamis (03/07/2025).
Survei tersebut juga mengungkapkan, Indonesia berada di peringkat 5 teratas di antara 14 negara yang respondennya mengatakan mereka merasa tidak mampu untuk memiliki anak pada waktu yang mereka inginkan, yaitu lebih dari 20 persen.
Sementara itu, Deputi Pengendalian Kependudukan, Kementerian Kependudukan dan Pembangunan Keluarga (Kemendukbangga/BKKBN) Bonivasius Prasetya Ichtiarto mengatakan krisis fertilitas belum terjadi di Indonesia, tetapi tetap perlu diwaspadai.
Menurutnya, Indonesia saat ini memiliki angka pertumbuhan penduduk di Indonesia sekitar 1,1 persen, dengan angka kelahiran total atau total fertility rate (TFR) 2,11 persen. Laporan SWP ini menjadi masukan untuk kebijakan kependudukan di Indonesia ke depan.
"Pemerintah juga sudah memiliki strategi dan program dalam mengoptimalkan layanan KB, kesehatan ibu dan anak, angkatan kerja perempuan, serta kesejahteraan keluarga seperti Quick Wins Kemendukbangga yang di antaranya ada Taman Asuh Sayang Anak," katanya dalam acara yang sama.
Pemerintah juga, lanjutnya, sudah sejak lama tidak mengampanyekan 'dua anak cukup', diganti dengan edukasi tentang perencanaan keluarga yang matang.
"Kita jaga itu adalah Empat Terlalu. Kalau ingin punya anaknya jangan terlalu dekat jaraknya, jangan terlalu tua, jangan terlalu muda, jangan terlalu banyak-banyak," imbuhnya.
"Kami juga selalu mengedepankan hak dari perempuan. Karena tadi kita tidak memaksa, ya memang ada dari perempuan, mereka mau punya anak berapa saja, itu silahkan. Tapi kami akan mencoba untuk mencapai pandangan, ini loh, kalau ingin membangun keluarga yang sehat, keluarga berencana itu, yang Empat Terlalu itu yang harus dijaga," ucapnya.
Artikel ini telah tayang di health.detik.com dengan judul "Ini Alasan Banyak Warga +62 Pilih Tunda Nambah Anak Lebih dari Satu"