Hagia Sophia

12 September 2024

Korsel Sedang Hadapi Krisis Deepfake, Ini Dampaknya

Foto: BBC World

Korea Selatan tengah menghadapi krisis 'deepfake porn', saat banyak foto selfie wanita termasuk mereka yang masih pelajar dibagikan secara daring. Pasalnya, foto-foto tersebut dimanipulasi, wajah mereka sengaja dipakai untuk konten pornografi.

Foto tersebar di telegram. Sebuah kanal telegram dengan lebih dari 220.000 peserta sengaja dipakai untuk membuat dan membagikan gambar-gambar pornografi dari artificial intelligence ini.

Pengguna dapat mengunggah foto dan dalam hitungan detik membuat konten eksplisit dengan wajah teman, teman sekelas, atau pasangan mereka. Pelaporan awal dari outlet berita lokal mendorong lebih banyak perempuan untuk maju sebagai korban dan lebih banyak kanal Telegram yang terekspos, demi mengungkap skala sebenarnya dari masalah ini.

Mirisnya, banyak korban yang terlibat adalah anak di bawah umur. Aksi demo kemudian muncul di Korsel. Para pengunjuk rasa yang mengenakan topeng putih menutupi mata mereka berkumpul di Seoul untuk menuntut keadilan akhir bulan lalu.

Ketika amarah para warga meningkat, Presiden Korea Selatan Yoon Suk Yeol meminta pemerintahnya untuk menindak pelecehan digital, dan pihak berwenang mengatakan mereka akan membentuk satuan tugas untuk menangani masalah tersebut.

Data awal menunjukkan sebagian besar tersangka pelaku dari gelombang kasus ini juga berusia remaja.

"Beberapa orang mungkin menganggapnya sebagai lelucon belaka, tetapi jelas merupakan tindakan kriminal yang mengeksploitasi teknologi dengan kedok anonimitas," kata Yoon dalam rapat Kabinet akhir bulan lalu, mengakui bahwa banyak korban dan pelaku adalah anak di bawah umur, dikutip dari CNA, Selasa (10/9/2024).

Pakar menilai banyak kesalahan yang pantas dilimpahkan pada Telegram, terutama karena skandal ini mencapai puncaknya pada saat yang sama ketika kepala eksekutif platform tersebut, Pavel Durov, telah ditangkap dan didakwa di Prancis atas dugaan keterlibatan dalam kejahatan, termasuk berbagi pornografi anak, yang dilakukan di aplikasinya.

Meski begitu, pihak berwenang Korea mengklaim telegram sudah bekerja sama dengan penyelidikan dan permintaan untuk menghapus konten. Bagi sebagian besar warga Korsel, kata-kata Yoon dinilai hanya formalitas.

Mengingat, ia mulai 'berkuasa' pada 2022 dengan merayu para pemilih muda laki-laki untuk menghapus kementerian kesetaraan gender, yang ia tuduh memperlakukan laki-laki seperti 'calon penjahat seks'.

Ia juga mengklaim diskriminasi gender sistemik tidak terjadi di Korea Selatan, dan feminisme tersirat menjadi penyebab rendahnya angka kelahiran di negara tersebut. Sementara itu, perempuan memperoleh sekitar 30 persen lebih sedikit daripada rekan laki-laki mereka, yang menandai kesenjangan upah gender tertinggi di negara maju.

Bahkan, di rumah tangga dengan dua pendapatan, perempuan menanggung beban pekerjaan rumah tangga dan tanggung jawab mengasuh anak.

Sebelum munculnya perangkat AI baru-baru ini yang membuat pembuatan gambar eksplisit deepfake menjadi jauh lebih mudah, kelompok advokasi telah menarik perhatian pada serangkaian kejahatan seks digital, yang biasanya melibatkan gambar intim tanpa persetujuan atau kamera tersembunyi.

Ada banyak alasan mengapa perempuan Korea Selatan, seperti rekan-rekan mereka di seluruh dunia maju, memilih untuk tidak memiliki anak, termasuk meningkatnya partisipasi dalam angkatan kerja dan beban membesarkan anak yang tidak merata.

"Daripada menyalahkan feminisme, mungkin lebih bermanfaat untuk melihat tumpukan data yang sangat meresahkan ini. Ironisnya, salah satu grup Telegram utama yang menyebarkan gambar-gambar ini dilaporkan memiliki sekitar 227.000 anggota, jumlah tersebut hampir sama dengan jumlah bayi yang lahir tahun lalu," sorot Catherine Thorbecke.


























Artikel ini telah tayang di health.detik.com dengan judul "Korsel Hadapi Krisis Pornografi 'Deepfake', Seserius Ini Efeknya"