Foto: Dok. Shutterstock |
Pakar kesehatan menyoroti distribusi air minum dalam kemasan (AMDK) galon, yang diangkut dengan truk-truk terbuka dan terpapar panas sinar matahari. Menurutnya praktik distribusi ini meningkatkan risiko AMDK yang dikonsumsi masyarakat rentan tercemar bahan kimia berbahaya Bisfenol A (BPA), yang berpindah dari kemasan galon polikarbonat ke dalam air minum yang diwadahinya.
"Galon ini menjadi masalah pada waktu akan di-transport atau didistribusikan, mulai dari yang kosong mau diisi, maupun yang sudah diisi dan (dikirim) ke distributor-distributornya, itu saya lihat dan beberapa data menyebutkan bahwa walaupun mereka tidak panas, tapi dalam distribusinya bisa terpapar panas, karena ditaruh di truk-truk terbuka," kata dr. I Made Oka Negara dari Fakultas Kedokteran Universitas Udayana dalam keterangan tertulis, Senin (14/10/2024).
"Jadi paparan panas dan paparan sinar ultraviolet (UV), akan menyebabkan BPA-nya terlepas. Kalau bisa, saran saya, truk-truk pengangkutnya berataplah, jadi tidak ada pengaktifan BPA-nya jadi tergelontor lepas," lanjutnya.
Hal itu dia sampaikan di sela Seminar 'BPA Free: Perilaku Sehat, Reproduksi Sehat, Keluarga Sejahtera' yang digelar di Hotel Amarossa Cosmo, Jakarta beberapa waktu lalu.
Dia mengatakan dalam konteks kandungan senyawa kimia BPA, beberapa penelitian sudah sangat masif menjelaskan BPA berbahaya secara akumulatif untuk kesehatan. dr. Oka Negara menyebut senyawa BPA apabila dikonsumsi secara terus menerus, bisa memicu gangguan estrogen, dan pada laki-laki berpotensi mengalami micropenis yang menyebabkan gangguan gangguan kesuburan.
"Kalau pada perempuan, cenderung mengalami debut seksual lebih awal, payudaranya dan panggulnya lebih besar lebih awal," kata dr. Oka Negara.
Kontaminasi BPA pada AMDK galon polikarbonat ini sudah dibuktikan dari penelitian lapangan oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) yang mengungkapkan, bahwa air kemasan dari galon polikarbonat di enam daerah di Indonesia menunjukkan tingkat kontaminasi BPA yang mengkhawatirkan. Keenam daerah tersebut antara lain Medan, Bandung, Jakarta, Manado, Banda Aceh, dan Aceh Tenggara.
BPOM menemukan zat BPA dalam kadar melebihi ambang batas (0,9 ppm per liter) pada air minum dalam kemasan galon selama periode 2021-2022. Padahal, ambang batas yang ditentukan adalah sebesar 0,6 bagian per sejuta (ppm) per liter.
Berdasarkan temuan BPOM, tingginya kadar BPA ini sebanyak 3,4 persen ditemukan pada sarana distribusi dan peredaran. Sedangkan hasil uji migrasi BPA yang mengkhawatirkan, 0,05-0,6 ppm menyebutkan 46,97 persen ditemukan di sarana distribusi dan peredaran, serta 30,19 persen ditemukan di sarana produksi. Sementara, uji kandungan BPA pada AMDK yang melebihi 0,01 ppm, 5 persen ditemukan di sarana produksi serta 8,6 persen ditemukan di sarana distribusi dan peredarannya.
BPOM membuktikan terkontaminasinya AMDK galon dengan BPA yang berlebih ini akibat proses pasca produksi. Proses perjalanan transportasi dan penyimpanan AMDK galon dari pabrik menuju konsumen melalui berbagai media dan ruang ini, diduga tidak sesuai prosedur, sehingga kandungan BPA dalam kemasan galon bermigrasi dalam air. Misalnya, galon yang terkena paparan panas matahari atau dibanting-banting saat diturunkan.
Senada dengan itu, Yeni Restiani, Direktorat Standardisasi Pangan Olahan BPOM, mengatakan proses migrasi BPA dari kemasan ke dalam pangan bisa terjadi di antaranya karena proses pencucian yang tidak tepat.
"(Selain itu) penggunaan air pada suhu tinggi di atas 75 derajat celcius, terdapat residu detergen, dilakukannya pembersihan yang mengakibatkan goresan, penyimpanan tidak tepat, hingga paparan sinar matahari langsung atau karena lamanya terpapar sinar matahari," tukasnya.
Artikel ini telah tayang di health.detik.com dengan judul "Distribusi Pakai Truk Terbuka Dinilai Bikin Galon AMDK Rentan Tercemar BPA"