![]() |
Foto ilustrasi: Getty Images/iStockphoto/peterschreiber.media |
Dunia tinju berduka atas kematian tragis yang dialami petinju papan atas Jepang, Shigetoshi Kotari. Ia meninggal dunia di usia yang masih muda, yakni 28 tahun.
Kematiannya terjadi hanya enam hari setelah ia meninggalkan ring, pasca bertarung memperebutkan gelar juara. Dikutip dari Marca, Kotari kehilangan kesadaran setelah pertarungannya dengan Yamato Hata pada 2 Agustus 2025.
Ia langsung dilarikan ke rumah sakit dan menjalani operasi otak darurat untuk hematoma subdural. Meskipun telah diupayakan oleh tim medis, Kotari meninggal akibat luka-lukanya.
"Beristirahatlah dalam damai, Shigetoshi Kotari. Dunia tinju berduka atas kematian tragis petarung Jepang, Shigetoshi Kotari, yang meninggal dunia akibat cedera yang dideritanya saat pertarungan perebutan gelar pada 2 Agustus," tulis The World Boxing Organisation (WBO) atau organisasi tinju dunia.
Dikutip dari Times of India, hematoma terjadi saat darah terkumpul di antara otak dan lapisan luarnya (dura mater). Dalam kasus Kotari, pukulan berulang kali ke kepala kemungkinan menyebabkan robeknya pembuluh darah kecil, yang memungkinkan darah mengumpul dan menekan otak.
Bahayanya terletak pada kenyataan bahwa otak tidak memiliki tempat untuk berkembang di dalam tengkoran yang kaku. Bahkan, perdarahan kecil dapat menyebabkan pembengkakan, yang memutus suplai oksigen ke area kritis.
Jika tidak segera ditangani, tekanan ini dapat menyebabkan kerusakan otak permanen, atau seperti dalam kasus Kotari bisa berakibat fatal sampai meninggal dunia.
Salah satu fakta paling mengkhawatirkan tentang trauma kepala adalah bahwa gejalanya dapat tertunda. Dalam pertarungan Kotari, tidak ada knockdown dramatis atau tekanan yang terlihat selama pertandingan.
Para petarung seringkali terus berjuang melawan rasa sakit, yang membuat adrenalin menutupi tanda-tanda awal, seperti pusing atau penglihatan kabur. Saat gejala yang jelas, seperti sakit kepala parah, muntah, atau pingsan muncul, kerusakan mungkin sudah parah.
Inilah sebabnya para ahli menekankan evaluasi pasca-pertandingan segera dan pemantauan lanjutan di sisi ring, bahkan saat seorang petinju tampak baik-baik saja.
Apa yang harus dilakukan?
Setelah meninggalnya Kotari, Komisi Tinju Jepang mengurangi durasi pertarungan perebutan gelar OPBF di masa mendatang, dari 12 ronde menjadi 10 ronde. Meskipun ini merupakan langkah maju, para ahli percaya masih banyak yang harus dilakukan, seperti:
- Pemindaian MRI wajib sebelum dan sesudah pertandingan intensitas tinggi untuk mendeteksi perubahan halus pada jaringan otak.
- Periode pemulihan yang lebih lama di antara pertandingan, terutama setelah trauma kepala.
- Peralatan medis canggih di sisi ring untuk diagnosis perdarahan yang cepat.
- Langkah-langkah ini mungkin tidak sepenuhnya menghilangkan risiko. Tetapi, dapat meningkatkan peluang bertahan hidup dengan memungkinkan perawatan yang lebih cepat.
Artikel ini telah tayang di health.detik.com dengan judul "Petinju Jepang Shigetoshi Kotari Meninggal Pasca Bertanding gegara Trauma Otak"