Hagia Sophia

14 March 2025

Trump Hentikan Bantuan USAID, Begini Nasib Pasien HIV di Kenya

Ilustrasi pasien. (Foto: iStock)

Klinik kesehatan di ibu kota Kenya, Nairobi, telah membatasi pasokan antiretroviral selama satu bulan sejak pemerintah Amerika Serikat membekukan bantuan asing. Pemerintahan Donald Trump awal pekan ini menyatakan memangkas lebih dari 80 persen program bantuan asing yang disalurkan melalui USAID.

Sementara itu, di pinggiran kota, jutaan dosis yang bisa menyelamatkan nyawa hanya tergeletak di rak-rak gudang, tidak terpakai, dan tidak bisa diakses.

Padahal, klinik tersebut hanya berjarak setengah jam perjalanan dari gudang, tetapi bagi Alice Okwirry, orang dengan HIV di Kenya, keduanya bak terpisah oleh lautan yang tidak mungkin lagi dijangkau.

Tanpa pendanaan AS, distribusi dari gudang, yang menyimpan semua obat HIV sumbangan pemerintah AS ke Kenya, telah terhenti, sehingga persediaan beberapa obat menjadi sangat rendah, menurut mantan pejabat USAID dan pejabat kesehatan di Kenya.

Pembekuan bantuan luar negeri selama 90 hari, yang diperintahkan Trump setelah menjabat pada 20 Januari, telah mengacaukan rantai pasokan global untuk produk medis guna melawan HIV dan penyakit lain. Hal ini juga menghalangi distribusi obat yang sudah lama sebenarnya berada di negara tujuan.

"Saya baru saja melihat kematian akan datang," kata Okwirry yang berusia 50 tahun yang didiagnosis HIV pada 2008 dan memiliki seorang putri berusia 15 tahun, Chichi, yang juga positif HIV.

Okwirry dulunya menerima persediaan ARV selama enam bulan dari klinik tetapi sekarang hanya bisa mendapatkan stok obat yang cukup untuk satu bulan.

"Saya bilang ke teman, bagaimana kalau kamu dengar obat-obatan itu akan punah?" kata Okwirry, semakin emosional.

Departemen Luar Negeri mengeluarkan keringanan bulan lalu yang membebaskan pendanaan untuk pengobatan HIV dari pembekuan. Namun, sistem pembayaran USAID di Kenya lumpuh setelah pemotongan tersebut, yang berarti kontraktor yang melaksanakan program tidak dibayar.

Hal ini diutarakan Mackenzie Knowles-Coursin, wakil kepala komunikasi untuk USAID, Afrika Timur, yang kemudian mengundurkan diri pada 3 Februari sebagai protes atas pembubaran badan tersebut.

Di Kenya, pejabat di Washington belum mengesahkan pencairan uang yang diperlukan untuk mendistribusikan obat-obatan dan peralatan senilai USD 34 juta di gudang tersebut. Menurut dokumen pemerintah Kenya yang dilihat Reuters, sekitar USD 10 juta diperlukan untuk distribusi.

Mission for Essential Drugs and Supplies, lembaga amal Kristen yang mengelola gudang tersebut, memasok obat-obatan ke sekitar 2.000 klinik di seluruh negeri, menurut situs webnya.

Knowles-Coursin mengatakan kepada Reuters komoditas di gudang tersebut meliputi 2,5 juta botol ARV, 750.000 alat uji HIV, dan 500.000 obat malaria.

Menteri Kesehatan Kenya, Deborah Barasa, mengatakan bahwa ia berharap pemerintahnya dapat memobilisasi dana untuk memungkinkan persediaan di gudang dapat disalurkan dalam waktu dua hingga empat minggu.

"Kami telah mengidentifikasi sumber daya yang dibutuhkan," katanya dalam sebuah wawancara.

Kenya memiliki kasus HIV ketujuh terbesar di dunia, yaitu 1,4 juta, menurut data Organisasi Kesehatan Dunia. Rencana Darurat Presiden untuk Penanggulangan AIDS, yang merupakan kendaraan utama AS untuk mendanai pengobatan HIV, memasok sekitar 40 persen obat dan perlengkapan HIV di Kenya.

"Untuk saat ini, beberapa pasien hanya bisa mendapatkan isi ulang ARVS mereka selama satu minggu saja," kata Nelson Otwoma, Direktur Jaringan Pemberdayaan Orang yang Hidup dengan HIV/AIDS di Kenya.


























Artikel ini telah tayang di health.detik.com dengan judul "Nasib Pasien HIV usai Trump Pangkas Lebih dari 80 Persen Program Bantuan Asing"