Hagia Sophia

13 July 2025

Makanan yang Jadi Penyebab Obesitas dan Diabetes Ini Paling Banyak Dikonsumsi Warga +62

Foto: Pradita Utama

Kasus penyakit tidak menular (PTM) obesitas hingga diabetes terus meningkat signifikan. Bahkan, keduanya menjadi faktor risiko utama pemicu penyakit jantung, stroke, hingga masalah ginjal.

Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular Kemenkes RI dr Siti Nadia Tarmizi merinci insiden kasus obesitas sentral misalnya, meningkat pesat dari semula 18,8 persen menjadi 36,8 persen pada 2023. Obesitas sentral didefinisikan pada wanita yang memiliki lingkar perut lebih dari 80 sentimeter, dan pria lebih dari 90 sentimeter.

Sejalan dengan hasil cek kesehatan gratis (CKG) yang menunjukkan obesitas sentral menempati posisi kedua teratas yang diidap masyarakat sebagai pemicu penyakit jantung hingga stroke. Walhasil, beban pembiayaan BPJS Kesehatan terus meningkat dengan jantung menyumbang 70 persen dari utilisasi atau penggunaan dari total Rp 174,90 triliun.

Bukan tanpa sebab, hal ini dilandasi pergeseran tren pola hidup dan kebiasaan makan yang terjadi nyaris di banyak negara. Menyusul AS dan Eropa, Indonesia juga kini terbiasa mengonsumsi makanan ultraproses dan makanan cepat saji.

"Tren ini terjadi di banyak negara, AS, Eropa itu sudah mengalami transisi pola konsumsi yang kita tahu banyak sekali mengkonsumsi makanan siap saji yang kemudian kalau dilihat dari sisi kalori garam, gula, lemak (GGL) sebagian besar melebihi daripada yang seharusnya," sorot dr Nadia dalam webinar hasil diseminasi pemasaran makanan tidak sehat, Kamis (10/7/2025).

"Ini yang kemudian kita lihat di negara kita, kita juga melihat salah satu dari studi keluarga dengan pendapatan sosial ekonomi menengah ke bawah mendapatkan pangan yang siap saji jauh lebih tinggi dibandingkan pada keluarga kelompok pendapatan lebih tinggi," bebernya.

Artinya, menurut dr Nadia, lebih banyak masyarakat dengan ekonomi menengah ke bawah yang tidak lagi mengolah pangan di rumah, tetapi lebih sering mengonsumsi makanan siap saji maupun kemasan, dengan alasan aksesnya lebih mudah, juga murah.

Kemudahan akses membeli pangan secara online juga menjadi penyebab pergeseran kebiasaan makan. "Sehingga ini mendorong konsumsi pangan siap saji dan pangan olahan itu lebih banyak lagi," tandas dia.

Berikut data tren konsumsi pangan berisiko atau tinggi GGL:

1. Makanan manis
Tren konsumsi makanan manis meningkat 6,5 persen dari semula di 2018 sebanyak 59,8 persen menjadi 66,3 persen di 2023 menurut data survei kesehatan indonesia (SKI) 2023.

2. Minuman manis
Pola peningkatan juga terjadi pada minuman manis, meski tidak terlalu signifikan yakni bertambah 3,8 persen dibandingkan 2018, saat ini ada 52,5 persen.

3. Makanan berlemak tinggi kolesterol jahat (gorengan)
Semakin banyak warga Indonesia yang mengonsumsi makanan tersebut dengan peningkatan dilaporkan mencapai 4,5 persen, menjadi 62,7 persen di 2023.

4. Makanan dengan bumbu penyedap
Makanan dengan penyedap tinggi juga kerap dipilih masyarakat sebagai konsumsi sehari-hari. Tren kenaikannya tidak kalah tinggi mencapai 3,8 persen, dari 22,4 menjadi 26,2 persen.

5. Mi instan, makanan instan
Bila dibandingkan dengan seluruh aspek makanan tinggi GGL, mi instan dan makanan instan menjadi pilihan terbanyak masyarakat sebagai pilihan konsumsi dengan konsisten berada di atas 90 persen. Ada sekitar 94 persen masyarakat yang terbiasa mengonsumsi mi instan dan makanan instan di 2023.

























Artikel ini telah tayang di health.detik.com dengan judul "Jadi 'Biang Kerok' Obesitas-Diabetes, Makanan Ini Paling Banyak Dikonsumsi Warga +62"