Hagia Sophia

13 July 2025

Paket Promo dan Sikap yang Penting Kenyang Bikin Gen Z Overweight dan Obesitas

Ilustrasi obesitas. (Foto: iStock)

Jumlah anak yang masuk kategori overweight atau berat badan berlebih hingga obesitas, meningkat dalam dua dekade terakhir di Asia timur dan pasifik. Indonesia mencatat satu dari 5 anak rentang usia 5-12 tahun dan 1 dari 7 remaja dengan rentang 13 hingga 18 tahun mengalami dua kondisi tersebut.

Banyak faktor yang melatarbelakanginya, tetapi lebih sering berkaitan dengan pola makan. Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular Kemenkes RI dr Siti Nadia Tarmizi menyebut warga dengan ekonomi menengah ke bawah mulai lebih banyak memilih makanan ultraproses dan pangan instan siap saji. Alasannya, lebih mudah diakses dan harga relatif jauh lebih murah.

Makanan cepat saji dan minuman manis bahkan kini lebih mudah didapatkan dan lebih terjangkau ketimbang buah serta sayuran. Walhasil, meskipun pemerintah sudah memiliki pedoman sehat makanan, banyak anak tetap kesulitan mendapat pilihan makanan kaya gizi.

Mirisnya, hal ini didorong dengan keterpaparan iklan makanan tidak sehat yang banyak ditemukan di media sosial. Terlihat dari hasil riset Inisiatif Fix My Food Indonesia (FIF) yang didukung Unicef.

Mereka menganalisis keterkaitan paparan iklan dengan persepsi memilih makanan khususnya di kelompok muda, dengan partisipan berusia 14 hingga 29 tahun dan lebih banyak di perkotaan. Hasilnya, terbagi menjadi tiga aspek.

Pertama, pemilihan konsumsi pangan tidak sehat pertama lebih banyak berkaitan dengan penyajian makanan. Ada 43 persen partisipan usia muda yang memilih makanan dengan melihat penampilan, aroma, dan penyajiannya.

Pilihan kedua adalah terkait harga. Sebanyak 27 persen dari partisipan mengutamakan pilihan makanan yang murah dan menyenangkan ketimbang melihat kandungan gizi. Sementara 13 persen lainnya memilih makanan karena dipengaruhi oleh apa yang tersedia di dekat lingkungan mereka atau rutinitas dan kesehariannya.

Adapula 11 persen partisipan yang makan lebih banyak dari perencanaan sebelumnya, imbas terpengaruh promo hemat atau buy one get one yang kerap dipasarkan industri. Kandungan gizi nyaris tidak pernah menjadi prioritas dalam memilih makanan.

Pakar gizi UNICEF Indonesia David Colozza juga mengungkap hasil survey yang sejalan dengan temuan FIF. Survei dilakukan Juli hingga Agustus 2024 dengan total lebih dari 7 ribu responden, 69 persen di antaranya perempuan dan kelompok umur mulai dari 10 hingga lebih dari 24 tahun.

Temuan menarik yang juga disoroti adalah pengaruh influencer dan selebritas dalam pemilihan makanan usia anak muda.

"60 persen telah melihat iklan makanan tidak sehat yang menampilkan atlet, selebritas, influencer," tutur David dalam webinar hasil diseminasi pemasaran makanan tidak sehat, Kamis (10/7/2025).

Bila dirinci, angkanya lebih banyak pada influencer yakni 67 persen, diikuti 66 persen selebriti, dan 24 persen atlet.

Karenanya, Unicef mendorong perbaikan regulasi yang saat ini dinilai belum memadai, utamanya dalam pemasaran pangan tidak sehat secara digital.

David menyebut penting untuk membatasi pemasaran makanan tidak sehat di semua media dan mulai mengevaluasi model profil gizi untuk menentukan kategori yang seragam pada produk mana yang bisa dipasarkan pada kelompok anak, sesuai standar WHO.

"Memperkuat pemantauan dan penegakan hukum dengan mengacu pada praktik terbaik global, misalnya pelarangan terbau pemasaran makanan tidak sehat pada anak-anak, seperti yang berlaku di Inggris dan Norwegia," sambung David.

























Artikel ini telah tayang di health.detik.com dengan judul "Banyak Gen Z Overweight dan Obesitas gegara Doyan Paket Promo-yang Penting Kenyang"