![]() |
Ilustrasi kecacingan. (Foto: Getty Images/Sinhyu) |
Majelis Guru Besar Kedokteran Indonesia (MGBKI) buka suara soal laporan kasus balita yang meninggal pasca teridentifikasi infeksi cacing parah. Kasus semacam ini dinilai menjadi bukti masih minimnya akses kesehatan dasar di daerah.
Terlebih, masyarakat secara luas juga belum lekat dengan pemahaman langkah preventif atau pencegahan agar tidak jatuh sakit.
Negara disebut perlu lebih banyak membuka program yang berfokus pada preventif, alih-alih kuratif. Berkaca dari kasus balita di Sukabumi, butuh waktu lama untuk si anak berakhir terkena infeksi parah karena cacingan, hingga meninggal dunia.
"Tidak ada pada masyarakat terbangun budaya untuk memahami apa arti sehat, bagaimana mencegah sakit. Pendekatan sehat artinya masyarakat justru diajak terlibat dalam memahami bagaimana pentingnya cuci tangan, buang air besar mesti di jaman, mesti makanan dimasak dan sebagainya," beber Prof Menaldi Rasmin, guru besar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) yang tergabung dalam MGBKI.
"Itu hanya bisa jika pemerintah mendekatkan program-program itu langsung kepada masyarakat," lanjutnya.
Pelajaran yang diberikan oleh almarhum balita bernama Raya, menurutnya adalah pemerintah sudah semestinya terkonsentrasi pada pengentasan masalah-masalah besar melalui pendekatan sehat.
"Bayangkan kalau seorang anak bisa sampai meninggal dunia, maaf karena cacing, artinya kan itu sebuah proses yang lama," sorotnya.
Hak kesehatan warga negara Indonesia jelas diamanatkan dalam Undang Undang dan sudah menjadi kewajiban pemerintah untuk memastikan masyarakat mendapatkan akses juga fasilitas memadai saat berobat. Tanpa perlu selalu mendahulukan proses administrasi.
Artikel ini telah tayang di health.detik.com dengan judul "Sorotan Guru Besar FK UI soal Meninggalnya Balita Sukabumi usai Infeksi Kecacingan"