![]() |
| Foto: Ilustrasi influenza (Getty Images/mapo) |
Peneliti di China belakangan mendeteksi varian baru virus flu yang dikenal Influenza D Virus (IDV), jenis virus yang umumnya ditemukan pada sapi. Temuan ini memicu kekhawatiran potensi penyebaran lintas spesies hingga ke manusia.
Studi yang dipimpin oleh Hongbo Bao dari Changchun Veterinary Research Institute menemukan strain baru bernama D/HY11 yang diisolasi dari sapi di wilayah timur laut China pada 2023. Hasil penelitian menunjukkan strain D/HY11 mampu bereplikasi pada sel saluran pernapasan manusia serta jaringan hewan, sehingga menimbulkan potensi penularan lebih luas.
"Strain IDV yang beredar saat ini sudah menimbulkan potensi ancaman panzootik, padanan hewan dari pandemi manusia," tulis tim peneliti dalam laporan yang dikutip media lokal.
Epidemiolog dari Universitas Griffith Australia, Dicky Budiman, menegaskan virus Influenza D sebenarnya bukan virus baru. Virus ini pertama kali diidentifikasi pada 2011, dan selama lebih dari satu dekade terakhir diketahui beredar pada sapi dan hewan ternak lain.
Namun, yang menjadi sorotan baru, kata Dicky, adalah adanya isolasi strain D/HY11. Strain tersebut terbukti mampu berkembang di sel manusia dalam uji laboratorium.
"Yang baru bukan virusnya, tapi isolasi strain D/HY11 dan bukti eksperimen bahwa virus ini bisa bereplikasi di sel manusia. Itu yang jadi kebaruannya," kata Dicky kepada detikcom, Senin (20/10/2025).
Meski begitu, ia menegaskan belum ada bukti ilmiah virus ini bisa menular antarmanusia, sehingga risiko penyebaran luas masih tergolong rendah.
RI Aman?
Laporan peningkatan gejala influenza juga ramai dikeluhkan warganet di media sosial. Menanggapi isu ini, Kementerian Kesehatan RI memastikan kasus influenza di Indonesia sebetulnya relatif terkendali dan tren peningkatan dilaporkan serupa dengan pola musiman sebelumnya.
Berdasarkan data mingguan surveilans influenza pekan ke-41 di 2025, tren kasus justru sudah menurun dibandingkan pekan lalu.
Proporsi spesimen positif flu menurun dari 52 persen menjadi 48 persen. Varian yang ditemukan dominan adalah influenza A (H3).
Wakil Menteri Kesehatan Benyamin Paulus Octavianus menjelaskan flu memang penyakit musiman yang sering meningkat pada masa peralihan musim, seperti September hingga Oktober atau Maret hingga April. Virus influenza, katanya, kerap mengalami perubahan genetik sehingga antibodi tubuh kadang tak lagi mengenali virus yang sama di musim berikutnya.
"Flu ini selalu berganti bentuk tiap musim. Misalnya, H5N1 jadi H5N1A, tubuh manusia nggak kenal lagi. Jadi, kalau musim berganti, banyak orang flu karena virusnya berubah di hewan lalu kembali ke manusia," jelas Benyamin, baru-baru ini.
Ia menegaskan cara paling efektif untuk mencegah penularan adalah memakai masker saat musim flu dan tidak datang ke kantor ketika sedang sakit agar tidak menulari orang lain.
"Kalau musim lagi jelek, pakai masker. Flu selalu menyerang orang yang daya tahan tubuhnya rendah. Jadi, yang penting perkuat imun dan jangan sepelekan gejala," katanya.
"Begitu ada gejala di satu wilayah, jangan sampai menyebar ke seluruh Indonesia. Makanya deteksi dini dan surveilans harus kuat. Prinsipnya preventif, deteksi, berobat," tegas Benyamin.
Sementara itu, Wakil Menteri Kesehatan Dante Saksono Harbuwono, menambahkan hasil evaluasi surveilans nasional menunjukkan tidak ada peningkatan signifikan kasus influenza-like illness (ILI) dibandingkan tahun sebelumnya.
"Dari hasil evaluasi dan surveilans, kalau dibandingkan bulan ini dengan periode yang sama tahun lalu, angka influenza atau ILI itu sama. Jadi tidak benar kalau ada yang bilang ada lonjakan," ujar Dante.
Ia menegaskan virus yang dominan saat ini masih influenza tipe A biasa, bukan varian baru.
"Sekarang yang dominan influenza tipe A. Tidak ada varian baru, tidak ada COVID-19, tidak ada H1N1. Ini influenza musiman yang memang umum terjadi di periode pergantian musim," ujarnya.
Artikel ini telah tayang di health.detik.com dengan judul "China Temukan Karakteristik Varian Baru Influenza, RI Aman? Ini Datanya"
