Hagia Sophia

14 December 2024

Sering BAB Merupakan Tanda Usus Tidak Sehat? Ini Penjelasan Pakar

Ilustrasi (Foto: thinkstock)

Buang air besar atau BAB merupakan proses untuk mengeluarkan tinja atau kotoran yang berasal dari sistem pencernaan tubuh. Sering atau tidaknya seseorang BAB nyatanya dapat menunjukkan kondisi kesehatan tubuh dalam jangka waktu yang panjang.

Dikutip dari Health, sebuah penelitian yang dilakukan oleh Institute for Systems Biology (ISB) yang dipublikasikan dalam jurnal Cell Reports Medicine, melaporkan bahwa berapa kali seseorang buang air besar dalam sehari atau seminggu dapat memengaruhi mikrobioma dan risiko penyakit kronis.

"Secara keseluruhan, penelitian ini menunjukkan bagaimana frekuensi BAB yang tidak normal dapat menjadi faktor risiko penting dalam perkembangan penyakit kronis," kata profesor madya Institute for Systems Biology, Sean Gibbons, Phd.

Tak hanya itu saja, penelitian baru tersebut menemukan sebuah 'zona Goldilocks' frekuensi BAB, jumlah kali seseorang BAB setiap hari yang dikaitkan dengan kesehatan usus yang lebih baik.

Studi baru tersebut mengamati data kesehatan dan gaya hidup dari lebih dari 1.400 orang dewasa sehat yang berusia 19 sampai dengan 89 tahun, tidak termasuk orang dengan kondisi kesehatan tertentu atau penggunaan obat. Pesertanya sebagian besar berkulit putih sebanyak 83 persen, sebagian besar dari Pacific Northwest, dan lebih dari setengahnya merupakan perempuan.

Informasi mereka, termasuk juga sampel darah dan tinja, dikumpulkan oleh Arivale, perusahaan bioteknologi yang kini telah tutup dan beroperasi di Seattle antara tahun 2015 dan 2019. Para peneliti memeriksa frekuensi BAB yang dilaporkan sendiri dan mengelompokkannya ke dalam empat kategori sebagai berikut:
  • Sembelit: Satu atau dua kali BAB setiap minggu
  • Rendah-normal: Antara tiga dan enam kali BAB setiap minggu
  • Tinggi-Normal: Antara satu dan tiga kali BAB setiap hari
  • Diare: Empat atau lebih BAB setiap hari
Setelah semua data dikumpulkan, tim ISB mencari hubungan antara frekuensi BAB peserta dan faktor-faktor lainnya, termasuk gaya hidup, demografi, genetika, kesehatan mikrobioma usus, metabolit darah, dan kimia plasma. Temuan penelitian menunjukkan bahwa orang yang lebih muda, wanita, dan mereka yang memiliki Indeks Massa Tubuh (IMT) yang lebih rendah, maka sering kali mengalami BAB yang lebih jarang.

Meskipun begitu, para peneliti juga menemukan tanda jelas variasi dari frekuensi BAB dalam darah dan tinja individu yang sehat, yang tidak bergantung pada usia, jenis kelamin, indeks massa tubuh, genetika, dan berbagai penanda kesehatan.

Bakteri tertentu dalam organ usus yang memfermentasi serat, dan dengan demikian dapat dikaitkan dengan mikrobioma usus yang sehat, muncul lebih sering pada orang yang dilaporkan BAB antara satu dan dua kali sehari, yang oleh para peneliti disebut dengan 'zona Goldilocks' dari frekuensi BAB. Sementara itu, bakteri yang diketahui memfermentasi protein muncul lebih sering pada peserta yang mengalami kondisi sembelit atau diare.

Begitu pun pada sampel darah dan plasma peserta membantu mengungkap frekuensi BAB mereka. Orang yang jarang BAB menunjukkan tanda penurunan fungsi organ ginjal, sementara itu orang yang sering BAB memiliki penanda gangguan fungsi organ hati.

"Pada pengidap sembelit, kami melihat peningkatan racun yang berasal dari mikroba dalam darah, yang diketahui dapat merusak ginjal pada pasien penyakit ginjal kronis. Salah satu racun ini, indoxyl sulfate, juga dikaitkan dengan penurunan fungsi ginjal pada individu yang sehat ini. Pada individu yang mengalami diare, kami melihat peningkatan penanda peradangan dan penanda fungsi hati yang buruk," terangnya.

Tidak hanya itu saja, penelitian tersebut menemukan bahwa peserta yang melaporkan mengonsumsi makanan tinggi serat, lebih terhidrasi, dan berolahraga secara teratur, biasanya berada dalam 'zona Goldilocks' untuk frekuensi BAB.

"Kami menemukan bahwa makan lebih banyak buah dan sayur (berhubungan) dengan (frekuensi) BAB yang lebih optimal. Ini cukup intuitif. Bagi mereka yang ingin menjaga (frekuensi BAB) yang sehat, saya sarankan untuk makan banyak tanaman, makanan utuh, sayur, buah, kacang, biji-bijian, olahraga teratur, dan mungkin mengonsumsi suplemen serat, seperti sekam psyllium," tutup Gibbons.


























Artikel ini telah tayang di health.detik.com dengan judul "Benarkah Sering BAB Jadi Tanda Usus Tak Sehat? Begini Penjelasan Pakar"