Hagia Sophia

04 June 2025

Epidemiolog UI: COVID-19 di Indonesia Diyakini Juga Naik

Ilustrasi tes COVID-19. (Foto: Agung Pambudhy)

Tren kasus COVID-19 di sejumlah negara kembali meningkat. Teranyar, Thailand mencatat lebih dari 18 ribu kasus dalam sehari, dengan kumulatif sepanjang 2025 mencapai 240.606 kasus dan 53 kematian.

Menurut pakar epidemiologi Universitas Indonesia Pandu Riono, Indonesia bisa jadi ikut melaporkan peningkatan, meskipun catatan Kementerian Kesehatan RI menunjukkan penurunan kasus pada pekan ke-20, yang didominasi varian MB.1.1.

"Kalau naik pun nggak terdeteksi juga, nggak ada yang mau testing. Siapa sekarang yang mau testing, orang mungkin juga nggak bergejala. Testing kan nggak murah dan bukan jaman seperti COVID-19 yang tesnya bisa gratis," jelas Pandu kepada detikcom, Senin (2/6/2025).

Hal ini menurutnya menandakan data yang terlaporkan tidak benar-benar menggambarkan kondisi di lapangan. Terlebih, sejumlah lonjakan kasus di beberapa negara tidak dibarengi dengan peningkatan kasus signifikan pada tren rawat inap, juga kematian.

Walhasil, penularan COVID-19 sebetulnya masih terjadi, meski kebanyakan kasus tidak bergejala atau hanya bergejala ringan.

"Jadi kalau nggak masuk RS, itu nggak akan ditesting, kalau dia flu berat sampai masuk rumah sakit nah itu baru dicari sebabnya, kenapa kok severe flu mendadak common? Itu kan akan jadi tata pelaksanaan berikutnya, penanganannya gimana," lanjut dia.

"Jadi kalau kita mungkin ada kenaikan kasus, tapi datanya tidak merefleksikan kenyataan yang ada, karena faktanya memang COVID-19 dari dulu sampai sekarang masih ada, masih tetap berlangsung," sambungnya.

Hal yang kemudian dikhawatirkan adalah terjadinya mutasi virus yang jauh lebih dahsyat atau 'mematikan' seperti gelombang COVID-19 Delta. Namun, yang terjadi belakangan menurutnya masih relatif terkendali, lantaran tidak dibarengi dengan lonjakan kasus kematian hingga pasien yang membutuhkan penanganan intensif di rumah sakit.

Meski begitu, sebagai kehati-hatian, ia mengimbau masyarakat untuk kembali fokus pada pencegahan, seperti menggunakan masker dan menjalani pola hidup bersih dan sehat.

"Jadi sifatnya sekarang hanya mengingatkan, pentingnya pencegahan, pakai masker kalau perlu saat di ruang publik, sampai sekarang kita lihat petugas kesehatan dokter perawat tetap menggunakan masker kan, jadi waspada itu sifatnya, kalau saat flu pakai masker karena bisa menularkan pada yang lain," sambungnya.

Lain halnya dengan vaksinasi tambahan, menurut Pandu belum ada evidence based atau bukti ilmiah yang kuat dalam menambahkan perlindungan seseorang terhadap varian baru dengan vaksinasi booster.

Imbauan vaksinasi booster menurutnya malah berujung kontraproduktif yang bisa memicu beragam spekulasi di masyarakat.

"Kalau divaksinasi lagi nggak perlu, nggak ada evidence based vaksinasi ulang itu bisa menangani, karena imunitas yang ada saat ini sudah cukup memadai. Nanti kan jadi kontraproduktif Menkes (dituduh) jualan vaksin lagi," kelakar Pandu.

Indonesia, disebutnya juga beruntung mendapat vaksinasi COVID-19 yang didominasi jenis Sinovac.

"Nggak perlu booster lah karena nggak ada evidence based bisa meningkatkan perlindungan terhadap varian-varian yang baru, kita kan sangat beruntung sama menggunakan Sinovac, vaksin yang cukup andal, Sinovac kan virus utuh, kalau mRNA kan cuma bagian dari virus yang suka berubah nah itu yang mengkhawatirkan di banyak negara, kalau Indonesia sih nggak perlu khawatir," pungkasnya.


























Artikel ini telah tayang di health.detik.com dengan judul "Epidemiolog UI Yakini COVID-19 RI Juga Naik, Ini Alasannya"