Hagia Sophia

07 November 2025

'Alumni' COVID Berisiko Kena Serangan Jantung dan Stroke, Ini Alasannya

Ilustrasi (Foto: Getty Images/loops7)

Sebuah studi terbaru yang dipublikasikan di Journal of the American Heart Association (AHA) mengungkapkan orang yang terserang influenza atau COVID-19 berisiko lebih tinggi mengalami serangan jantung atau stroke dalam beberapa minggu setelah infeksi.

Sementara itu, infeksi kronis seperti HIV juga dikaitkan dengan peningkatan risiko jangka panjang terhadap penyakit kardiovaskular yang serius.

Para peneliti melakukan tinjauan sistematis terhadap seluruh studi yang meneliti hubungan antara infeksi virus dan risiko terjadinya stroke maupun serangan jantung.

Dari lebih dari 52 ribu publikasi ilmiah yang disaring, mereka mengidentifikasi 155 studi yang dinilai memiliki rancangan metodologi yang tepat dan kualitas tinggi, sehingga memungkinkan dilakukan meta-analisis terhadap data gabungan tersebut.

Dalam penelitian yang membandingkan risiko kardiovaskular seseorang dalam beberapa minggu setelah mengalami infeksi pernapasan yang terkonfirmasi laboratorium dengan kondisi saat ia tidak terinfeksi, para peneliti menemukan risiko serangan jantung meningkat hingga empat kali lipat, dan risiko stroke meningkat lima kali lipat dalam sebulan setelah seseorang terinfeksi influenza.

Tak hanya itu, risiko serangan jantung dan stroke meningkat tiga kali lipat dalam 14 minggu setelah terinfeksi COVID-19, dan risiko tersebut tetap lebih tinggi hingga satu tahun kemudian.

"Studi kami menemukan bahwa infeksi virus akut dan kronis berkaitan dengan risiko penyakit kardiovaskular, baik jangka pendek maupun jangka panjang, termasuk stroke dan serangan jantung," kata Kosuke Kawai, Sc D, penulis utama studi sekaligus dosen di Divisi Penyakit Dalam dan Riset Layanan Kesehatan, David Geffen School of Medicine, University of California, Los Angeles, dikutip dari laman resmi AHA.

Apa Alasannya?

Menurut studi tersebut, sistem kekebalan tubuh merespons infeksi virus dengan melepaskan molekul yang memicu dan mempertahankan peradangan serta meningkatkan kecenderungan darah untuk membeku.

Respons ini dapat berlangsung lama meskipun infeksi telah sembuh. Baik peradangan maupun pembekuan darah dapat menurunkan kemampuan jantung berfungsi optimal, dan hal ini diyakini sebagai salah satu alasan meningkatnya risiko serangan jantung dan stroke setelah infeksi virus.

Adapun peradangan berperan penting dalam perkembangan dan progresi penyakit kardiovaskular. Kondisi ini dapat memicu pembentukan dan pecahnya plak di dinding arteri, yang berujung pada serangan jantung atau stroke.

Beberapa penanda peradangan yang tinggi bahkan dikaitkan dengan hasil klinis yang lebih buruk dan peningkatan risiko kejadian kardiovaskular di masa depan. Karena itu, pengendalian peradangan menjadi aspek kunci dalam upaya pencegahan dan penanganan penyakit jantung dan pembuluh darah.

"Risiko penyakit kardiovaskular memang lebih rendah pada infeksi HIV, hepatitis C, dan herpes zoster dibandingkan peningkatan risiko jangka pendek yang terjadi setelah influenza dan COVID. Namun, risiko yang terkait dengan tiga virus tersebut tetap bermakna secara klinis, terutama karena risikonya bertahan dalam jangka waktu lama," kata Kawai.

"Selain itu, herpes zoster (cacar api/cacar ular) dialami sekitar satu dari tiga orang sepanjang hidupnya. Karena itu, peningkatan risiko akibat virus tersebut dapat berkontribusi pada jumlah kasus penyakit kardiovaskular yang cukup besar di tingkat populasi."

























Artikel ini telah tayang di health.detik.com dengan judul "Terungkap Lewat Studi, Alasan 'Alumni' COVID Berisiko Kena Serangan Jantung-Stroke"