Hagia Sophia

21 August 2024

Selama Dalam Batas Aman, Tubuh Akan Mengeluarkan Partikel BPA Melalui Urine

Salah kaprah tentang BPA (Foto: Getty Images/iStockphoto/Ilia Nesolenyi)

Dalam keseharian, ada banyak pemahaman yang salah tentang Bisphenol A atau BPA. Dampaknya, banyak orang latah menghindari produk tertentu meski sebenarnya tetap bersinggungan dengan BPA dari sumber lainnya.

Masih banyak yang menganggap, BPA pada kemasan pangan hanya ditemukan pada produk-produk berbahan plastik. Faktanya, BPA digunakan juga dalam bentuk resin epoksi sebagai pelapis kemasan pangan berbahan logam.

Sebagaimana disampaikan dr Aditiawarman Lubis, MPH, praktisi kesehatan dari Lembaga Riset Ikatan Dokter Indonesia, disadari atau tidak sebenarnya paparan BPA terjadi dalam kehidupan sehari-hari. Menghindari sama sekali tentu tidak mudah, dan yang bisa dilakukan adalah memperhatikan batas aman.

"Dan itu sudah diatur oleh regulator dalam hal ini Badan POM," kata dr Adit, sapaannya.

Ketika terpapar BPA dalam jumlah kecil yang bermigrasi dari kemasan pangan, tubuh memiliki mekanisme untuk menetralkan dan mengeluarkannya dari dalam tubuh melalui urine. Oleh karenanya, partikel BPA tidak terakumulasi dan kecil kemungkinannya berdampak pada kesehatan selama masih dalam rentang aman.

"Dari BPA yang masuk ke dalam tubuh, sekitar 90 persennya itu sudah dinetralkan oleh tubuh, jadi nggak ada isu baik dari BPA-nya maupun yang lain, itu sudah dinetralkan," terang dr Adit.

Terkait anggapan bahwa BPA bisa memicu kanker, ahli kanker dari RS Cipto Mangunkusumo (RSCM) dr Andika Rachman, SpPD-KHOM menegaskan bahwa kanker disebabkan oleh multifaktor. Pada kondisi normal, tidak ada bukti yang konklusif tentang kaitan BPA dengan kanker.

"Masih terlalu dini untuk menyimpulkan BPA menyebabkan kanker secara langsung," tegasnya.

Sementara itu, dugaan bahwa BPA menjadi senyawa yang dapat mengganggu sistem hormonal muncul sekitar tahun 1996. Senyawa ini diduga sebagai endocrine disruptor dan memberikan efek menyerupai esterogen, sehingga dikhawatirkan berdampak pada gangguan kesuburan atau infertilitas.

Faktanya, dikutip dari How to Understand BPA Correctly, metabolisme yang terjadi di dalam usus dan hati mengubah BPA menjadi senyawa yang tidak aktif dan tidak lagi memiliki aktivitas hormonal yang berbahaya. Senyawa tidak aktif ini juga larut dalam air sehingga dengan mudah akan dikeluarkan melalui urine.

























Artikel ini telah tayang di health.detik.com dengan judul "Salah Kaprah soal BPA, Tidak Terakumulasi di Tubuh dan Bukan Pemicu Kanker"