![]() |
Michelle Theodora, penyintas kanker darah yang kini menjadi psikolog. (Foto: Dok. Pribadi, Instagram @MichelleTheodoraa) |
Michelle Theodora mengungkapkan perjalanan panjang yang harus ia lalui saat berjuang melawan kanker darah. Wanita berusia 25 tahun itu sudah dinyatakan sembuh dan kini bahkan berprofesi sebagai seorang psikolog.
Michelle menceritakan dirinya pertama kali didiagnosis kanker darah Acute lymphocytic leukemia (ALL) pada tahun 2011. Saat itu, ia mengalami gejala-gejala seperti kelelahan, nyeri sendi, kuku yang pucat, hingga sempat tidak bisa berjalan selama perawatan.
Wanita yang tinggal di Jakarta Barat ini mengatakan jenis leukemia yang diidapnya itu biasanya memerlukan proses perawatan kurang lebih 2 tahun. Tapi karena pada tahun 2013 mengalami relaps, ia harus melanjutkan perawatan kemoterapinya.
"Jadi tahun 2013 harusnya itu aku selesai kemoterapi, minimal 2 tahun. Tapi di tahun 2013 ini aku harus lanjutin kemoterapi lagi di Singapura, sebelumnya di Jakarta. Pada saat itu aku mengalami banyak efek samping karena dosisnya dua kali lipat," cerita Michelle pada detikcom, Rabu (18/6/2025).
Selama 4 tahun perawatan, ia menjalani ratusan kali kemoterapi. Terhitung selama periode 2011-2013, dirinya menjalani kemo sebanyak 70 kali. Jika ditambah dengan perawatan setelah relaps, ia memperkirakan sudah menjalani lebih dari 100 kali kemoterapi.
Efek samping yang cukup berat harus dialami Michelle saat kemoterapi. Ia mengaku begitu sedih ketika melihat rambutnya saat itu mulai rontok dan kepalanya membotak.
"Ada rambut rontoknya sudah pasti ya, aku sampai plontos dulu. Aku demam sampai setiap minggu demamnya tuh bukan demam sumeng-sumeng, tapi demam yang sampai menggigil. Terus transfusi darah juga hampir setiap bulan," katanya.
Setelah menjalani serangkaian perawatan dan pemeriksaan, Michelle dinyatakan remisi pada 2015. Pada tahun 2017, ia memulai pendidikan psikologinya di Universitas Tarumanegara dan kini resmi menjadi psikolog klinis.
Ia meminta orang-orang yang sedang berjuang melawan penyakit untuk terus bertahan. Michelle juga mengimbau untuk fokus pada hal-hal yang bisa dikendalikan.
Ketika seseorang terlalu fokus pada hal yang tidak bisa dikendalikan, seringkali kondisi ini dapat menambah stres. Menurutnya, tiap kesulitan bisa menjadi sebuah sarana bagi manusia untuk terus bertumbuh.
"Selama masih dihidupkan oleh Tuhan, punya napas hari ini, pakailah kesempatan napas itu dengan baik dan percaya bahwa masalah kita atau kesulitan kita itu bukanlah musuh, tapi segalanya itu seringkali bisa dipakai untuk membantu kita, bahkan juga bertumbuh lagi," tandasnya.
Selain berpraktik sebagai psikolog klinis, Michelle juga aktif membagikan konten motivasi dan kesehatan mental melalui media sosial, serta membuka sesi mentoring gratis. Michelle berharap apa yang ia lakukan bisa menjadi manfaat besar untuk orang-orang yang tengah berjuang dengan kondisi serupa.
Artikel ini telah tayang di health.detik.com dengan judul "Perjalanan Michelle Penyintas Leukemia, Jalani Lebih 100 Kali Kemo untuk Sembuh"