Hagia Sophia

14 August 2024

'Jam Kristal' Bisa Bantu Prediksi Letusan Gunung Berapi?

Bisakah 'Jam Kristal' Bantu Prediksi Letusan Gunung Berapi? Foto: Iceland Civil Defense via AP

Beberapa fenomena alam seperti letusan gunung berapi kerap menarik perhatian kita. Ada sesuatu yang sangat menakjubkan tentang peristiwa geologi purba ini. Namun, masih banyak yang belum kita ketahui tentangnya, terutama tentang perilaku magma sebelum muncul dari Bumi.

Dalam beberapa tahun terakhir, para ilmuwan telah beralih ke apa yang disebut crystal clocks atau jam kristal untuk memahami berapa lama magma tersimpan di bawah tanah sebelum letusan dan berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk mencapai permukaan. Namun, hal ini merupakan topik yang kontroversial.

Cara Kerja Gunung Api

Bagaimana gunung berapi bekerja? Banyak dari kita mungkin menganggap gunung berapi seperti semacam jerawat geologis. Magma cair terbentuk jauh di bawah tanah hingga tekanan memaksanya menyembur dari puncak gunung. Namun kenyataannya, dalam kasus gunung berapi prosesnya lebih rumit.

Saat magma naik melalui kerak Bumi, magma dapat menyebabkan gempa, mengeluarkan asap, dan memberikan indikasi lain bahwa magma akan segera meletus. Namun, para ilmuwan tidak yakin tentang bagaimana magma naik.

Salah satu kemungkinan adalah bahwa magma naik secara langsung, seperti 'konsep jerawat' yang terjadi dalam hitungan hari. Kemungkinan lainnya adalah bahwa magma naik ke permukaan dan kemudian berhenti, membentuk kolam yang dalam di bawah tanah. Magma yang terhenti ini mungkin tetap di tempatnya selama ribuan tahun sebelum akhirnya bangkit kembali dan terus naik.

Dalam kasus kedua ini, magma terhenti karena sebagian besar magma telah mendingin hingga suhu di bawah sekitar 720°C, yang menyebabkan magma mengeras dan macet. Kemudian, jika ada suntikan magma panas baru dari bawah, batuan yang mengeras mencair dan mendorong ke atas untuk meletus.

Jika penjelasan pertama benar, maka 'gerutuan' dari gunung yang sedang tidur mungkin mengindikasikan letusan yang akan segera terjadi. Namun jika penjelasan kedua benar, maka gerutuan yang sama mungkin tidak terlalu mengkhawatirkan.

Detak Jam Kristal

Jadi bagaimana kita bisa menjelaskannya? Salah satu bidang penelitian yang memungkinkan adalah menganalisis kristal yang terbentuk di batuan vulkanik dari letusan masa lalu.

Pada tahun 2014, sebuah makalah penting diterbitkan yang meneliti kristal-kristal ini untuk menyimpulkan bagaimana magma berperilaku sebelum mencapai permukaan.

Penulis penelitian Kari Cooper dari University of California, dan Adam Kent dari Oregon State University, menghancurkan batu-batu vulkanik yang diambil dari letusan Gunung Hood di Oregon baru-baru ini. Mereka menyaring kristal-kristal, termasuk plagioklas, yang terbentuk di batu saat magma bergerak ke permukaan.

Plagioklas dapat digunakan dalam penanggalan radiometrik dengan mengukur seberapa banyak uranium dalam mineral tersebut telah meluruh. Karena plagioklas kuat dan tidak dapat mencair kembali, ia menawarkan cara yang berguna untuk mengukur kapan magma mulai terbentuk.

Jenis kristal lain juga diteliti yang dapat digunakan untuk memperkirakan berapa lama magma berada dalam keadaan cair, keadaan yang lebih mudah meletus. Bentuk jam kristal ini meliputi plagioklas, serta piroksen, olivin, dan kuarsa. Pemeriksaan tingkat difusi antara lapisan kristal ini dapat memberikan wawasan tentang berapa lama mineral mengalami suhu tingkat letusan.

Hasilnya, Cooper dan Kent menemukan bahwa kristal plagioklas tertua dalam sampel tahun 2014 berusia setidaknya 20 ribu tahun, dan kemungkinan besar telah berada pada suhu tinggi selama ratusan tahun.

Mereka menyimpulkan bahwa kristal tersebut hanya dapat bertahan pada suhu tertinggi selama sekitar 12% dari seluruh masa hidup magma, yang menunjukkan bahwa magma telah tertahan di reservoir di bawah gunung berapi selama 20 ribu tahun.

Karya Cooper dan Kent menandai terobosan signifikan bagi para ahli vulkanologi dan telah mengilhami berbagai penelitian lain sejak saat itu.

Kontroversi

Meskipun jam kristal diharapkan dapat memberi kita cara untuk memahami perilaku magma sebelum meletus, ada pihak-pihak yang lebih berhati-hati. Penolakan ini muncul karena sangat sulit untuk mereproduksi jenis kondisi yang ada jauh di bawah permukaan Bumi.

Kristal magma tersusun dari banyak lapisan mikroskopis yang terbentuk saat setiap suntikan magma panas baru naik dari bawah untuk memanaskan batuan yang terhenti. Setiap lapisan, menurut teori, seharusnya unik secara kimiawi karena terbuat dari magma yang berbeda.

Seperti lingkaran pohon, penampang kristal seharusnya memiliki garis-garis tegas yang membatasi setiap lapisan. Namun, kenyataannya tidak demikian karena, seiring waktu, atom-atom bermigrasi di antara lapisan-lapisan, sehingga komposisi kimianya menjadi lebih homogen. Kristal yang lebih tua juga tampaknya memiliki lebih banyak efek pengaburan ini.

Para peneliti dapat menciptakan kembali proses ini di laboratorium menggunakan metode yang mengukur laju difusi atom di dalam kristal sekaligus memeriksa konsentrasi dan kedalaman penyerapan.

Pendekatan ini telah menghasilkan cara standar untuk menentukan tanggal kecepatan kristal terbentuk. Namun, ketika memeriksa jam kristal, para peneliti telah melaporkan laju difusi yang tidak konsisten saat mereplikasi penelitian asli.

Ini tidak berarti bahwa seluruh gagasan tentang jam kristal harus dibuang, tetapi menunjukkan perlunya kehati-hatian. Secara khusus, jam kristal tidak boleh diandalkan begitu saja, tetapi harus dilihat sebagai alat lain dalam perangkat yang lebih luas.

























Artikel ini telah tayang di health.detik.com dengan judul "Bisakah 'Jam Kristal' Bantu Prediksi Letusan Gunung Berapi?"