Foto: Shutterstock |
Bisphenol A (BPA) adalah bahan kimia yang sering ditemukan dalam produk plastik, seperti botol minum, wadah makanan, pelapis kaleng, dan galon isi ulang. Ketika galon terpapar panas atau digunakan berulang kali, BPA bisa larut ke dalam air yang diminum setiap hari.
Meski demikian, BPA dikenal sebagai pengganggu endokrin yang dapat memengaruhi keseimbangan hormon dalam tubuh. Penelitian terbaru menunjukkan paparan BPA memiliki dampak serius terhadap kesehatan metabolik manusia, termasuk risiko obesitas, diabetes, dan penyakit kardiovaskular (jantung).
Studi epidemiologis dan eksperimental telah menunjukkan BPA dapat diserap dengan cepat oleh tubuh melalui makanan atau kontak kulit. Setelah masuk ke dalam tubuh, BPA dimetabolisme oleh hati dan diekskresikan melalui urine.
Namun, paparan yang terus-menerus dan akumulasi dalam tubuh dapat mengganggu fungsi hormon, terutama yang terkait dengan metabolisme dan perkembangan.
Mengutip jurnal Sustainable Environment Research (2024), BPA dapat berinteraksi dengan reseptor estrogen dan memengaruhi jalur metabolisme steroid. Gangguan ini dapat menyebabkan perubahan signifikan dalam pengaturan metabolisme glukosa, yang berujung pada peningkatan risiko obesitas dan diabetes tipe 2.
Selain itu, penelitian menunjukkan bahwa paparan BPA selama kehamilan dapat menyebabkan gangguan perkembangan pada janin, termasuk risiko obesitas dan penyakit jantung di masa dewasa.
Tak hanya pada dewasa, paparan BPA juga bisa mengintai anak-anak dan pekerja yang sering berinteraksi dengan bahan yang mengandung BPA. Pekerja di industri tertentu, seperti produksi plastik dan resin, memiliki risiko lebih tinggi terhadap paparan BPA dan dampak kesehatannya.
Studi menunjukkan paparan BPA dalam jangka panjang dapat menyebabkan gangguan pada sistem reproduksi, penurunan fungsi tiroid, dan bahkan peningkatan risiko kanker (BioMed Central).
Mengingat dampak kesehatan yang signifikan dari BPA, upaya untuk mengurangi paparan harus menjadi prioritas. Beberapa negara telah memperkenalkan regulasi untuk membatasi penggunaan BPA dalam produk konsumen, terutama yang ditujukan untuk anak-anak dan ibu hamil.
Di Indonesia sendiri, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) mengeluarkan Peraturan BPOM Nomor 6 Tahun 2024 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor 31 Tahun 2018 tentang Label Pangan Olahan pada 5 April 2024 silam.
Pada Pasal 48a mengatur kewajiban pencantuman label cara penyimpanan air minum kemasan, sementara Pasal 61A mewajibkan pencantuman label peringatan risiko BPA pada semua galon air minum bermerek yang menggunakan kemasan polikarbonat. Aturan ini akan berlaku pada 2028 mendatang.
Selain itu, masyarakat diimbau untuk lebih bijak dalam memilih produk yang bebas dari BPA, seperti menggunakan wadah kaca atau stainless steel untuk makanan dan minuman.
Kesadaran akan bahaya BPA perlu ditingkatkan melalui edukasi publik dan penelitian lebih lanjut untuk menentukan batas aman paparan BPA. Langkah-langkah preventif ini penting untuk melindungi kesehatan masyarakat dan mengurangi risiko penyakit yang berhubungan dengan paparan kimia ini.
Artikel ini telah tayang di health.detik.com dengan judul "Studi Sebut Dampak Buruk BPA terhadap Kesehatan Metabolik Manusia"