![]() |
Foto: iStock |
Bagi sebagian orang, sakit kepala mungkin tampak seperti masalah biasa yang bisa mereda dengan hanya beristirahat atau meminum obat. Namun, hal yang berbeda dialami Tan Cheng Hui, wanita Singapura berusia 26 tahun.
Sakit kepala yang mendadak dialaminya merupakan kondisi darurat medis dan dokter bahkan 'memvonis' ia bisa meninggal jika tidak segera mendapatkan penanganan.
Sakit kepala muncul saat Tan dalam perjalanan menuju stasiun MRT Orchard Singapura. Ia merasakan sakit luar biasa di leher dan bagian kepala.
Terjadi secara mendadak, dengan cepat meningkat menjadi rasa sakit yang melemahkan dan disertai dengan kekakuan di sisi kiri tubuhnya, pusing dan mual membuatnya ingin muntah.
"Rasanya seperti otak saya meledak," kenangnya, terkait kejadian yang terjadi 23 Juni tahun ini.
"Biasanya, saya memiliki toleransi yang tinggi terhadap rasa sakit, tetapi serangan ini sangat menyakitkan sehingga saya mulai menangis."
Dikutip dari CNA, awalnya ia mencoba menepis rasa sakit tersebut dengan berpikir mungkin mengalami stres dan itu adalah cedera bahu lama yang kambuh.
"Saya pikir itu adalah sakit kepala lain yang akan segera hilang, sampai sensasi 'otak meledak' muncul dan sesuatu terasa berbeda karena kekakuan di seluruh sisi kiri tubuh saya."
Karena rasa sakitnya begitu hebat, pacar Tan membawanya ke unit gawat darurat terdekat. Di sana, dokter memberikan diagnosis yang tidak pernah terduga di usia terbilang masih muda. Bahkan, belum menyentuh kepala tiga.
Dia mengalami aneurisma otak yang pecah, menyebabkan stroke hemoragik atau perdarahan otak. Sebuah tonjolan, yang diibaratkan seperti gelembung atau balon, telah terbentuk di pembuluh darah otaknya dan pecah.
Padahal, Tan merasa selama ini cukup sehat dan aktif berjalan kaki, bersepeda, serta berenang. Tan tidak dapat berbicara atau berjalan selama berminggu-minggu setelah kejadian itu. Butuh waktu lama untuk kembali bisa melakukan gerakan dasar dan kemampuan bicara, bahkan sekarang dia masih terus mengalami efek samping, serta kebanyakan waktunya harus beristirahat di rumah.
Setelah membangun karier sebagai seniman digital dan kuliner sebelum terdiagnosis stroke, ia kini memilih untuk berbagi pengalamannya guna meningkatkan kesadaran pecahnya aneurisma otak adalah sesuatu yang dapat terjadi kapan saja, pada siapa saja.
"Saya adalah seseorang yang tidak memiliki masalah medis seperti tekanan darah tinggi, tidak memiliki riwayat keluarga (aneurisma otak) dan tidak merokok, tetapi saya tetap mengalaminya," katanya.
Ahli bedah saraf Teo Kejia, yang dipanggil untuk menangani Tan di unit gawat darurat, mengatakan aneurisma otak yang tidak pecah sering kali tidak diketahui karena biasanya tidak menimbulkan gejala. Konsultan senior di klinik swasta Precision Neurosurgery juga ikut berkomentar.
"Banyak aneurisma yang tidak pecah ditemukan secara tidak sengaja selama tes pencitraan untuk kondisi lain. Namun, saat membesar, aneurisma tersebut dapat menekan jaringan otak dan saraf di sekitarnya, yang berpotensi menimbulkan gejala seperti sakit kepala, masalah penglihatan, atau nyeri wajah."
Efeknya Seserius Ini
Setelah pemindaian mengonfirmasi adanya ruptur pada otak Tan, Teo melakukan operasi otak darurat dan membuat lubang di tengkoraknya untuk memasang klip di dasar aneurisma, yang menghalangi aliran darah masuk ke dalam aneurisma.
Jika Tan tidak segera mencari pertolongan medis hari itu, aneurisma di otaknya berpotensi pecah lagi hal ini dapat menyebabkan kematian. "Gumpalan darah terdeteksi dan dapat meluas serta menekan otaknya jika perawatan tertunda," tambahnya.
Tan ingat bahwa dirinya linglung, tidak tahu apa yang terjadi padanya. "Saya baru mengetahui diagnosis dan kondisi saya ketika saya mulai pulih.
"Saya tidak mengerti seberapa parah situasi saya saat itu, tetapi sekarang saya menyadari bahwa saya sangat beruntung telah selamat dari ruptur aneurisma otak," katanya.
"Saya tidak dapat mengenali nama saya sendiri atau mengingat nama ibu dan pacar saya. Ada kalanya saya memanggil ibu saya dengan sebutan 'adik perempuan' dan saya bahkan tidak dapat menyebutkan barang-barang sehari-hari yang saya gunakan setiap hari seperti jam tangan atau sisir."
Dokter menunjukkan bahwa tidak semua aneurisma otak memerlukan perawatan. Tergantung pada ukuran, lokasi, bentuk, dan pertumbuhannya. Usia orang tersebut, kondisi medis terkait, riwayat aneurisma yang pecah, atau riwayat keluarga yang kuat juga akan dipertimbangkan.
Tan menjalani banyak sesi terapi dan rehabilitasi untuk bisa kembali ke tahap normal terkait gerakan motorik dan bicaranya. Aplikasi perpesanan di perangkat seluler dan alat daring membantunya berkomunikasi dengan orang-orang yang dicintainya.
Ketika dia tidak dapat mengutarakan kebutuhannya, dia akan menunjuk gambar barang-barang yang dia butuhkan. Butuh waktu sebulan baginya untuk dapat berkomunikasi secara verbal lagi dan, sekitar waktu yang sama, untuk mendapatkan kembali gerakan dan fungsi motorik hariannya dengan fisioterapi.
"Saya masih kesulitan mengingat sesuatu, serta menjelaskan dan mengungkapkan hal-hal yang saya inginkan dan butuhkan. Ibu dan pacar saya sangat sabar terhadap saya ketika saya tidak dapat berkomunikasi dengan jelas," katanya.
Artikel ini telah tayang di health.detik.com dengan judul "Kisah Wanita Kena Stroke di Usia 26 Tahun, Alami Sakit Kepala Seperti Ini"