![]() |
Ilustrasi. (Foto: thinkstock) |
Seorang wanita di Amerika Serikat memeriksakan diri ke dokter setelah mengalami nyeri di wajahnya. Nicola Shaw (38) merasakan kesemutan di pipinya setelah kembali dari perjalanan wisata ke Antartika.
Awalnya, Nicola mengabaikan keluhan tersebut karena mengira itu hanya efek stres. Namun, seiring waktu, rasa nyerinya semakin parah dan menyebar ke hidung, mata, serta kepala. Hingga akhirnya, ia sempat pingsan akibat intensitas nyeri yang dialaminya.
"Awalnya, saya pikir itu hanya stres, tetapi pada Januari 2023, rasa sakit itu menyebar ke hidung, mata, dan kepala saya. Rasa sakitnya begitu hebat hingga membuat saya berhenti, membuat saya terkapar, memegangi kepala saya dengan penuh penderitaan," cerita Nicola dikutip dari Hindustan Times, Sabtu (29/3/2025).
Nicola kemudian menjalani pemindaian Magnetic Resonance Imaging (MRI) di rumah sakit, yang mengungkap adanya meningioma di otaknya. Tumor tersebut terletak di area yang langka dan berbahaya, tepatnya di dekat batang otak dan saraf optiknya.
Mendengar diagnosis itu, Nicola terkejut. Ia bahkan sempat menyangkal hasil pemeriksaan dan mengira dokter mungkin telah melakukan kesalahan.
"Saya menyangkal dan bersikeras bahwa mereka salah orang, tetapi kebenarannya terbukti dalam hasil pemindaian, dan saya harus menemui ahli bedah saraf sesegera mungkin," ceritanya.
Dokter menjelaskan tingkat kesulitan pengangkatan tumor di area itu sangat tinggi. Dari keseluruhan kasus tumor, hanya 2 persen yang berada di lokasi tersebut. Nicola bahkan sudah tidak berharap banyak setelah mendengar ucapan dokter tersebut.
Operasi dilakukan selama 10 jam di Northwestern Hospital Chicago. Setelah operasi ia sempat mengalami masalah penglihatan, kehilangan ingatan, dan nyeri di bagian rahang.
Dokter berhasil mengangkat sekitar 95 persen tumor di otak Nicola dan 6 bulan kemudian tumor itu tumbuh kembali.
Nicola harus kembali menjalani perawatan dengan prosedur Gamma Knife, metode pembedahan non-invasif yang menggunakan radiasi sinar gamma untuk mengobati berbagai gangguan saraf, kelainan pembuluh darah, dan tumor di kepala dan leher bagian atas, tanpa menggunakan pisau bedah. Ia mengatakan itu merupakan pengalaman yang paling menyakitkan selama perawatan.
Nicola akhirnya kembali ke kampung halamannya di Inggris untuk fokus pada pemulihan fisik dan mental. Selama sembilan bulan berikutnya, ia menjalani perawatan rutin dan bergabung dengan komunitas pasien untuk mendapatkan dukungan.
Berdasarkan hasil pemindaian berkala, tumornya saat ini dalam kondisi stabil.
Artikel ini telah tayang di health.detik.com dengan judul "Wanita Ini Sering Nyeri di Pipi, Dikira Stres Ternyata Tumor Otak"