Bocah 9 tahun menjadi salah satu korban sterilisasi paksa di Jepang. (Foto ilustrasi: thinkstock) |
Sebuah laporan parlemen mengungkapkan sekitar 25 ribu orang telah disterilkan secara paksa di Jepang, berdasarkan undang-undang genetika pasca-Perang Dunia Kedua. Mirisnya, di dalamnya termasuk dua orang anak yang berusia sembilan tahun.
Undang-undang tersebut berlaku selama 48 tahun. Itu memaksa orang untuk menjalani operasi untuk mencegah mereka memiliki anak yang dianggap 'inferor' atau memiliki kecerdasan yang rendah. Banyak dari mereka memiliki cacat fisik atau kognitif, atau penyakit mental
Dikutip dari BBC, undang-undang tersebut diakui secara luas sebagai babak kelam dalam pemulihan Jepang pascaperang dan dicabut pada tahun 1996. Undang-undang egenetika ini bermaksud untuk memberantas kecacatan genetik dan memperbaiki susunan genetik populasi secara umum.
Pada Senin (19/6/2023), parlemen merilis studi setebal 1.400 halaman yang telah ditunggu-tunggu, berdasarkan penyelidikan pemerintah yang dimulai pada Juni 2020. Dari laporan tersebut, sekitar 25 ribu orang diakui telah menjalani operasi, dan lebih dari 16 ribu tindakan dilakukan tanpa adanya persetujuan.
Laporan tersebut mengungkap bahwa beberapa orang hanya diberitahu bahwa mereka sedang menjalani prosedur rutin, seperti operasi usus buntu. Pemerintah daerah pada saat itu memiliki kekuatan untuk menetapkan operasi secara sewenang-wenang.
"Dua anak berusia sembilan tahun yang disterilkan adalah laki-laki dan perempuan," kata laporan itu, dikutip dari BBC, Rabu (21/6/2023).
Seorang korban berusia 80 tahun, yang dipaksa menjalani operasi pada usia 14 tahun, mengatakan kepada media lokal bahwa laporan tersebut adalah bukti bahwa pemerintah telah menipu anak-anak.
"Saya ingin negara tidak menutup-nutupi masalah ini, tetapi segera menganggap serius penderitaan kami," kata korban yang ingin dikenal sebagai Saburo Kita itu.
Kritik terhadap laporan tersebut mengatakan bahwa laporan tersebut tidak membahas mengapa butuh waktu hampir 50 tahun untuk membatalkan undang-undang tersebut. Itu juga tidak menjelaskan alasan di balik pembuatan undang-undang tersebut.
Temuan laporan tersebut pun memicu kemarahan di media sosial. Seorang pengguna Twitter mengatakan memuakkan mengetahui bahwa anak-anak berusia sembilan tahun disterilkan.
Sebelumnya, pada 2019 Tokyo telah meminta maaf dan setuju untuk membayar setiap orang yang selamat dari prosedur sterilisasi paksa itu sebanyak 3,2 juta yen atau sekitar 339 juta rupiah.
Kemudian, Perdana Menteri Shinzo Abe juga menyampaikan permintaan maaf resmi terkait hal itu. Ia juga secara resmi mengatakan bahwa undang-undang egenetika itu menyebabkan 'penderitaan besar' bagi para korbannya.
Selain Jepang, ada beberapa negara yang juga memiliki kebijakan sterilisasi paksa, seperti Jerman, Swedia, dan AS. Mereka juga telah meminta maaf dan membayar ganti rugi kepada korban yang masih hidup.
Artikel ini telah tayang di health.detik.com dengan judul "Terungkap Kelamnya Sterilisasi Paksa di Jepang, Bocah 9 Tahun Jadi Korban"