Foto: BBC World |
Juru bicara Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) Christian Lindmeier menyebut pihaknya tengah mencari tiga RS yang meminta untuk segera dievakuasi. Mereka juga dilaporkan dikepung militer Israel.
"Saat ini kami sedang mencari tiga rumah sakit di wilayah utara yang meminta untuk dievakuasi, tetapi yang terpenting adalah ke mana harus dievakuasi? Tidak ada tempat yang aman," kata Christian Lindmeier pada konferensi pers di Jenewa, Selasa (22/11/2023).
Kondisi rumah sakit di wilayah selatan Gaza disebutnya sudah penuh. Seluruh pasien menderita di tengah krisis pasokan medis dan sumber daya lain. Permintaan dari staf RS datang saat nyawa banyak pasien terancam tidak selamat.
"Itu berarti situasi di lapangan menjadi sangat mengerikan sehingga satu-satunya alternatif lain adalah menghadapi apa yang mereka anggap sebagai kematian karena rumah sakit sedang diserang," katanya.
"Menghilangkan layanan kesehatan dari masyarakat adalah menghilangkan upaya terakhir, menghilangkan bagian terakhir dari umat manusia. Dan itulah yang terjadi saat ini."
"Ketiga RS tersebut adalah RS Al Shifa yang sudah berhasil diselamatkan sejumlah bayinya, RS Indonesia, dan RS Al Ahli," ujarnya.
Proses evakuasi sejauh ini masih dalam tahap perencanaan, Christian belum merinci detailnya lebih lanjut. Ia menyebut hal itu memerlukan koordinasi erat dengan pihak-pihak yang berkonflik untuk memastikan konvoi tidak mendapat serangan seperti yang terjadi pada Palang Merah Internasional dan badan amal medis Prancis, Medecins Sans Frontieres.
Dalam kesempatan yang sama, UNICEF memperingatkan risiko wabah penyakit massal yang dapat menyebabkan angka kematian anak meningkat di daerah padat penduduk, saat ribuan orang berdesakan di tempat penampungan penuh sesak.
"Jika akses anak-anak terhadap air dan sanitasi di Gaza terus dibatasi dan tidak mencukupi, kita akan melihat lonjakan jumlah kematian anak-anak yang tragis, yang sebenarnya bisa dihindari," kata juru bicara UNICEF James Elder.
"Saat ini, kasus diare pada anak di bawah lima tahun telah melonjak hingga 10 kali lipat dibandingkan rata-rata bulanan sebelum konflik," katanya.
Arif Husain dari Program Pangan Dunia mengatakan masyarakat di Gaza hanya menerima 1 hingga 3 liter air sehari, jauh di bawah standar internasional untuk keadaan darurat. Tidak ada air kemasan yang diberikan kepada para pengungsi di Gaza utara selama lebih dari seminggu, sorotnya. Karenanya, hal ini meningkatkan kekhawatiran serius mengenai dehidrasi.
Artikel ini telah tayang di health.detik.com dengan judul "3 RS di Gaza Mengkhawatirkan, WHO: Pasien Tak Ada Alternatif Lain Selain Hadapi Kematian"