Foto ilustrasi: iStock |
Belakangan ini kasus kematian anak mengkhawatirkan, termasuk di usia remaja. Pada anak dan balita, penyebab kematian didominasi kasus infeksi campak dan difteri. Sementara, pada remaja dikaitkan dengan kasus masalah mental hingga suicide atau bunuh diri.
"Kalau anak remaja itu biasanya masalah kecelakaan, suicide, hingga masalah mental, itu penyebab kematian tertingginya," ungkap dokter spesialis tumbuh kembang anak dr Bernie Endyarni Medise, SpA(K), MPH, saat ditemui di kawasan Jakarta Selatan, Selasa (15/8/2023).
dr Bernie menyebut banyak sekali anak-anak remaja yang memiliki masalah mental. Terkadang, mereka tidak berani alias tidak tahu kemana harus mengadu. Akhirnya, opsi yang dipilih hanya bertanya ke teman terdekat, yang belum tentu mengerti permasalahannya.
"Belum lagi tadi bullying, masalah pribadi, bahkan masalah jerawat itu bagi remaja adalah masalah yang besar," lanjut dr Bernie.
"Hal-hal seperti itu yang akhirnya kalau didiamkan, tidak bisa mendapatkan orang yang tepat untuk berdiskusi, yang ujung-ujungnya memicu masalah mental, rasa cemas, hingga suicide, dan sebagainya," jelasnya.
Selain itu, masalah malnutrisi juga menjadi salah satu pemicu tingginya kasus kematian pada remaja. Itu termasuk kasus obesitas dan keinginan untuk memiliki tubuh langsing hingga hingga memicu kondisi anemia defisiensi besi.
Anemia defisiensi besi adalah kondisi rendahnya sel darah merah yang disebabkan berkurangnya produksi hemoglobin akibat asupan zat besi yang tidak tercukupi. dr Bernie menyebut kondisi ini bisa terjadi karena pola diet yang tidak tepat.
"Mereka punya masalah pengen langsing, itu yang juga kadang karena anemia defisiensi besi itu cukup banyak. (Penyebabnya) berusaha diet, tetapi tidak beraturan," pungkasnya.
Artikel ini telah tayang di health.detik.com dengan judul "Remaja RI Darurat Kesehatan Mental, IDAI Beberkan Pemicunya"