WHO resmi mencabut status kedaruratan COVID-19. Meski demikian, virus masih beredar dan kemungkinan memicu gejala berat berujung kematian. (Foto: Getty Images/diegograndi) |
Mantan Direktur Penyakit Menular WHO Asia Tenggara Prof Tjandra Yoga Aditama menyoroti dicabutnya status kedaruratan global COVID-19. Menurutnya, meski status tersebut berakhir, virus masih beredar dan bukan tidak mungkin memicu gejala berat berujung kematian.
"Pasien masih akan tetap ada dan bahkan kematian akibat COVID-19 di Indonesia dan dunia masih akan ada, hanya jumlahnya menjadi sedikit dan situasi kesehatan terkendali," sebut dia dalam keterangan tertulis yang diterima detikcom, Sabtu (6/5/2023).
Di sisi lain, menurutnya, pengetahuan soal COVID-19 relatif masih terbatas. Terlebih, 'umur' penyakit sejak kemunculannya tersebut baru menginjak usia 3 tahun.
Hal ini sekaligus mempelajari apakah vaksinasi COVID-19 booster berulang masih terus dibutuhkan.
"Bandingkan dengan penyakit lain yang sudah puluhan dan ratusan tahun umurnya. Kita masih harus terus menggali ilmu tentang banyak hal, termasuk long COVID, sampai kapan vaksin perlu diulang," sambungnya.
Karenanya, ia mendesak setiap orang untuk mengedepankan protokol kesehatan di tengah ancaman pandemi berikutnya 'mengintai'.
"Kita tahu pasti bahwa akan ada pandemi lagi di masa datang. Kita hanya tidak tahu kapan akan terjadi dan apa penyakit yang jadi penyebabnya," bebernya.
"Jadi, program pencegahan dan persiapan (prevention and preparedness) tetap perlu dijalankan, supaya kalau ada pandemi lagi tidaklah seberat COVID-19," terang dia.
Artikel ini telah tayang di health.detik.com dengan judul "COVID-19 Sih Tetap Ada, Ini yang Berubah Setelah WHO Cabut Kedaruratan Global"