Curhat apoteker kesulitan mengurus STR hingga menjadi korban perundungan. (Foto: Getty Images/bymuratdeniz) |
Tenaga medis merupakan ujung tombak penting dalam menjaga kesehatan dan kesejahteraan masyarakat. Sayangnya, dalam proses pendidikan menjadi tenaga dokter, tidak satu dua kali di antaranya yang mengalami perundungan.
Seperti yang belakangan viral, seorang dokter memilih mengundurkan diri dari Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) akibat tak tahan dengan perpeloncoan yang dialami.
Rupanya, tak hanya dokter, apoteker juga mengeluhkan hal serupa. Sulitnya mendapatkan rekomendasi izin praktik dan sertifikat kompetensi apoteker kerap kali menjadi hambatan para calon apoteker. Bukannya memberikan dukungan, beberapa senior justru diklaim kerap menambah beban mental seorang calon apoteker.
Sok Hun Bena dari Aliansi Apoteker dan Asisten Apoteker Peduli Negeri (AAPN) mengisahkan salah satu anggotanya yang mengalami hal tersebut.
"Ada yang menghubungi saya bilang 'saya mau cari gedung tinggi', kamu mau ngapain nyari gedung tinggi kata saya, 'aku mau lompat, aku nggak kuat'," ujarnya dalam konferensi pers di Jakarta Pusat, Sabtu (6/5/2023).
"Orang tuanya dua-duanya apoteker, tetapi yang senior-senior di situ bilang 'kamu masa ujian aja nggak bisa, masa gini aja nggak bisa.' Ini bullying loh tanpa kita sadari," lanjutnya.
Ia menyebutkan bahwa sulitnya menjadi apoteker disebabkan karena sulitnya mendapatkan rekomendasi dari organisasi profesi. Bahkan, dalam proses uji kompetensi biayanya terlampau mahal.
"Uji kompetensi serahkan kepada negara. Jadi yang terjadi saat ini adalah organisasi profesi masuk ke ranah uji kompetensi. Sementara itu untuk mengikuti ini perlu biaya yang besar," sebutnya.
"Apabila seorang apoteker digagalkan karena organisasi ini masuk ke ranah ujian, mereka (calon apoteker) harus dikenakan 5 sampai 15 juta per satu mahasiswa harus membayar," pungkasnya.
Artikel ini telah tayang di health.detik.com dengan judul "Nggak Cuma Dokter, Apoteker RI Curhat Sulitnya Urus STR-Jadi Korban Bully"