Hagia Sophia

29 December 2022

Saat Negara Lain Mulai Terbebas, China Masih Berjuang Lawan COVID-19

Ilustrasi COVID-19 di China. (Foto: Noel Celis/AFP/Getty Images)

Tahun 2023 bisa jadi babak baru COVID-19. Nyaris seluruh dunia akan menemukan cara untuk akhirnya hidup berdampingan dengan virus yang mewabah sejak tiga tahun lalu.

Ironisnya, kita akan 'berterima kasih' kepada varian Omicron dari virus SARS-CoV-2. Gelombang infeksi berturut-turut dari Omicron dan subvariannya, yang merebak sejak 2021, telah membuat begitu banyak kekebalan alami pada populasi manusia.

Karenanya, sebagian besar negara sekarang berada dalam posisi yang baik untuk menghadapi subvarian baru. "Saya melihat Amerika Serikat dan sebagian besar dunia secara bertahap keluar dari fase akut pandemi," kata Lawrence Gostin, pakar kesehatan global Universitas Georgetown, kepada The Daily Beast.

Kemungkinan besar banyak warga dunia tidak akan jatuh sakit meskipun terinfeksi lantaran sudah 'kebal'. "Gelombang akan semakin dangkal dan semakin dangkal dan semakin jauh seperti riak di kolam," kata Jeffrey Klausner, ahli epidemiologi Universitas California Selatan.

Bisa disimpulkan, ini bak jalan mulus menuju akhir pandemi untuk semua negara. Syanagnya, tidak bagi China, negara yang pertama kali mencatat kasus SARS-CoV-2 itu.

Satu-satunya negara besar yang memberlakukan lockdown ketat hampir sepanjang tahun lalu dan, akibatnya, tidak memiliki kekebalan alami yang meluas. China dapat berjuang seorang diri di 2023 untuk mengejar 'ketertinggalan' dari negara-negara lain dunia, jika dikaitkan dengan antibodi COVID.

Jika 2023 adalah tahun pertama sebagian besar dunia dapat bernapas lega meskipun SARS-CoV-2 selalu ada di mana-mana, bagi China diyakini sebaliknya.

Dunia, kecuali China, mendapatkan kekebalan alaminya dengan cara yang sulit yakni tertular COVID. Vaksin meredakan rasa sakit, tentu saja, tetapi antibodi yang diinduksi oleh vaksin tidak bertahan dalam waktu lama, menurut pakar. Pada akhir 2021, jutaan kasus COVID-19 dilaporkan dan vaksinasi booster tersedia untuk banyak orang. Pada saat yang sama, banyak negara mencabut pembatasan besar terakhir pada bisnis, sekolah, dan perjalanan. Saat itulah Omicron muncul.

Lebih mudah menular daripada varian lama tetapi tidak terlalu parah, Omicron mendorong rekor kasus pada akhir 2021 dan awal 2022-dan melahirkan subvarian seperti BA.2, BA.5, dan BQ.1 yang mendorong lonjakan kasus lebih kecil sepanjang tahun.

Tetapi tren keseluruhan pada tahun 2022 adalah semakin sedikitnya kasus rawat inap dan kematian. Di negara-negara di mana orang kembali ke hidup normal saat virusnya beredar, semua antibodi alami 'terbentuk'.

Ini adalah siklus yang baik dan memperkuat diri sendiri. "Kekebalan alami akan terus disegarkan saat virus menyebar luas, yang berarti populasi yang dari waktu ke waktu memiliki tingkat kekebalan yang cukup tinggi," jelas Gostin.

"Kami telah berada di fase varian Omicron atau sub-Omicron sekarang untuk waktu yang lama. Itu harus dilanjutkan. Perlindungan itu memberi kita secercah harapan untuk tahun 2023-dan seterusnya," katanya.

"Pada akhirnya, siklus gelombang berulang akan semakin menurun ke tingkat endemik transmisi rendah yang stabil," Edwin Michael, seorang ahli epidemiologi di Pusat Penelitian Penyakit Menular Kesehatan Global di University of South Florida, mengatakan kepada The Daily Beast.

"Varian baru akan menyebabkan gejolak, tetapi saya berharap mengingat betapa kuatnya kekebalan alami, lonjakan kasus seperti itu akan relatif kecil dibandingkan Omicron, dan sangat mudah dikelola."























Artikel ini telah tayang di health.detik.com dengan judul "China Diprediksi Belum Bisa Keluar dari Pandemi COVID di 2023"