Hagia Sophia

04 August 2023

Cerita Remaja yang Alami Henti Jantung di Umur 18 Tahun

Foto ilustrasi: Getty Images/iStockphoto/Niphon Khiawprommas

Seorang remaja di Michigan membagikan kisahnya mengalami henti jantung di usia 18 tahun. Ia mengaku bertahun-tahun selalu mengabaikan gejala yang menjadi 'tanda' dari kondisi tersebut.

Remaja tersebut diketahui bernama Alexander Bowerson. Ia seorang atlet tiga cabang olahraga dan mendadak pingsan saat latihan gulat pada bulan Desember 2022.

Awalnya Bowerson kerap mengalami sakit di dada dan jantung berdebar-debar saat di sekolah. Ia berpikir gejala tersebut merupakan hal yang normal dan bisa dialami oleh siapa saja.

Tak hanya itu, dia juga mengalami pingsan selama dua kali selama pertandingan sepak bola. Lagi-lagi menurutnya hal itu disebabkan karena efek dari kelelahan.

"Itu jauh lebih buruk dari biasanya," katanya kepada Today.com. "Ketika saya mengalami nyeri dada, saya seperti, Mungkin ini tidak normal".

Namun di suatu hari, Ia mendadak berlutut setelah merasa lemah untuk berdiri. Bahkan tak bisa bergerak dan kemudian pingsan.

"Kemudian tiba-tiba, saya merasa seperti berputar-putar," kata Bowerson.

Walhasil, ia diberikan resusitasi dengan defibrillator atau alat kejut listrik ke jantung untuk mengembalikan irama jantung yang normal.

Setelah kejadian tersebut, Bowerson didiagnosis mengidap kardiomiopati hipertrofik, kondisi jantung bawaan yang menyebabkan otot jantung menjadi lebih tebal dari biasanya. Ini membuatnya lebih sulit untuk memompa darah.

Menurut American Heart Association (AHA), sekitar satu dari 500 orang di seluruh dunia memiliki kondisi tersebut.

Kardiomiopati hipertrofik sering tidak terdiagnosis karena banyak pasien tidak memiliki gejala, dan ketika gejala muncul, mereka kerap mengabaikannya. Adapun gejala khas dari kondisi tersebut biasanya lebih terasa saat berolahraga, termasuk nyeri dada, pingsan, jantung berdebar, jantung berdebar, dan sesak napas.

Bowerson menghabiskan enam hari di rumah sakit setelah mengalami pingsan. Ia juga dipasangkan defibrillator di bawah kulitnya untuk memantau detak jantungnya dan memberikan kejutan listrik jika kehilangan ritme lagi.

Dia tidak bisa lagi bergulat atau menjalani olahraga lainnya. Ia memutuskan untuk mengubah jalur karier yang dipilihnya.

"Saya ingin menjadi ahli jantung sekarang dan membantu orang-orang yang mengalami apa yang saya alami," katanya.



























Artikel ini telah tayang di health.detik.com dengan judul "Kisah Remaja Kena Gagal Jantung di Usia 18, Awalnya Sering Abaikan Gejala Ini"