Ilustrasi virus polio. (Foto: Getty Images/iStockphoto/anilakkus) |
Kementerian Kesehatan RI (Kemenkes) membenarkan laporan 99 dugaan kasus polio dengan 46 di antaranya dipastikan negatif. Kasus suspek polio merupakan pasien dengan keluhan lumpuh layu akut, salah satu gejala klinis yang umumnya dialami pasien polio.
"Yang dimaksud di sini adalah kasus AFP yang secara rutin kami pantau untuk memastikan bahwa penyebab kelumpuhannya bukan disebabkan oleh virus Polio dengan melakukan pemeriksaan spesimen tinja setiap kasus AFP ini," ungkap Direktur Pengelolaan Imunisasi Kemenkes RI dr Prima Yosephine Berliana Tumiur Hutapea, MKM, saat dihubungi detikcom, Sabtu (20/5/2023).
"Ini adalah bagian kegiatan surveilans polio dengan target penemuan kasus non polio AFP rate minimal 2 per 100.000 anak usia 15 tahun ke bawah," sambungnya.
Dari 99 kasus, 46 di antaranya dipastikan negatif polio. Lebih lanjut, dr Prima menuturkan pihaknya menargetkan surveilans mencapai 150 temuan kasus AFP (Acute Flaccid Paralysis) di DKI Jakarta.
"Hasil lab tersebut berarti memang 46 kasus bukan disebabkan oleh polio, sedangkan sisanya masih dalam proses pemeriksaan sehingga hasilnya pending," kata dr Prima.
Berdasarkan data yang diberikan Kepala Seksi Surveilans Imunisasi Dinkes DKI dr Ngabila Salama, kasus dugaan polio paling banyak ditemukan di Jakarta Timur.
"Jakarta Pusat 5 (kasus), Jakarta Utara 17, Jakarta Barat 25, Jakarta Selatan 18, Jakarta Timur 33, Kepulauan Seribu 1," ujarnya kepada detikcom, Jumat (19/5/2023).
Oleh sebab itu, Dinkes DKI terus melakukan tindakan pencegahan dengan penemuan kasus cepat dan juga pencegahan dengan meningkatkan capaian imunisasi rutin.
"Terutama di daerah padat penduduk dan capaian imunisasi rendah. Capaian imunisasi polio di DKI Jakarta sejak 2019 sampai dengan 2022 mencapai target di atas 95 persen kecuali saat pandemi tahun 2020," katanya lagi.
"Prinsip imunisasi adalah lebih baik terlambat daripada tidak sama sekali. Mari segera lengkapi imunisasi," sambungnya.
Selain di DKI Jakarta, Kemenkes juga berusaha untuk meningkatkan surveilans polio di daerah lain. Saat ini, pihaknya sudah mencapai target secara nasional sebanyak 1,71 dari target lebih dari 2 per 100 ribu penduduk berusia di bawah 15 tahun.
"Untuk daerah lain, karena kegiatan surveilans polio ini setiap daerah memiliki target penemuan AFP yang dihitung berdasarkan jumlah penduduk berusia kurang dari 15 tahun, maka mereka juga berupaya utk menemukan sebanyak mungkin kasus kelumpuhan untuk dibuktikan secara laboratorium penyebabnya bukan karena virus polio," tutur dr Prima.
Kasus Polio di Purwakarta
Sementara itu, dr Prima juga menyatakan belum ada kasus kelumpuhan yang terkonfirmasi positif polio selain di Purwakarta. Lebih lanjut, kasus virus polio di Purwakarta disebabkan oleh virus polio strain 2.
Anak yang terpapar diketahui belum mendapat vaksinasi yang melawan virus tersebut. Hal ini dikarenakan pemerintah berfokus untuk memberikan vaksinasi polio strain 1 dan 3 pada 2016, setelah sebelumnya Indonesia dianggap bebas polio strain 2 pada 2014.
"Polio itu ada 3 strain. polio 1,2, dan 3. Jadi 2014 itu dianggap sudah bebas polio strain 2. Jadinya tadinya vaksinasi trivalen yang tiga macam itu, vaksin itu yang kandungannya ada 3 virus, strain 1, strain 2, strain , karena kita 2014, dianggap sudah bebas polio strain 2, mulai 2016, yang diberikan adalah bOPV," ucap Kepala Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat, dr Rochady Hendra Setya Wibawa, SpOG, M Kes, saat ditemui di Bandung, Jawa Barat, Selasa (16/5/2023)
"Jadi strainnya strain 1 dan strain 3, tidak diberikan yang adanya strain 2. Jadi, pada saat Purwakarta ditemukan kasus ada strain 2, berarti anak-anak kita yang dikasih vaksinasi polio mulai dari 2016, dia kan tidak pernah terpapar vaksinasi strain ke 2," pungkasnya.
Artikel ini telah tayang di health.detik.com dengan judul "DKI Catat 53 Suspek Polio, Mungkinkah Ada Kasus Baru Selain di Purwakarta?"