Tedros Adhanom Ghebreyesus (istimewa) |
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mendesak semua negara untuk melarang penggunaan rokok elektrik atau vape. Pihaknya meminta agar vape diperlakukan seperti rokok tembakau atau konvensional, lantaran sama-sama berisiko menimbulkan gangguan kesehatan khususnya pada remaja.
Sejauh ini, penggunaan vape telah dilarang di 34 negara sejak Juli 2023. Beberapa di antaranya Brazil, Iran, Thailand, hingga India. Namun, di beberapa kasus rokok elektrik ini tersedia di pasar gelap.
"Anak-anak direkrut dan dijebak pada usia dini untuk menggunakan rokok elektrik dan mungkin kecanduan nikotin," kata Direktur Jenderal WHO, Tedros Adhanom Ghebreyesus dikutip dari Reuters, Rabu (27/12/2023).
Menurutnya, di beberapa wilayah vape ini banyak digunakan oleh anak berusia 13-15 tahun dibandingkan oleh orang dewasa.
Larangan penggunaan vape ini juga mengacu pada penelitian. Dari penelitian yang ada, sampai saat ini tidak ada bukti vape bisa menjadi alternatif untuk berhenti menggunakan rokok konvensional.
Penggunaan vape justru dinilai bisa memicu masalah kesehatan. Bahkan, mendorong para non-perokok untuk kecanduan nikotin, terutama di kalangan anak-anak.
Namun, beberapa pihak mengatakan sejauh ini tidak ada bukti kuat bahwa penggunaan vape atau rokok elektrik ini bisa menyebabkan kanker. Meski begitu, kebiasaan merokok bisa menyebabkan kanker, setidaknya 15 jenis kanker yang berbeda.
Meskipun risiko kesehatan jangka panjang masih belum dipahami, WHO menegaskan bahwa vape menghasilkan beberapa zat yang diketahui bisa memicu kanker. Selain itu, menimbulkan risiko terhadap kesehatan jantung, paru-paru, serta mempengaruhi perkembangan otak di generasi muda.
Artikel ini telah tayang di health.detik.com dengan judul "Alasan WHO Desak Semua Negara Larang Vape dengan Rasa-rasa"