Hagia Sophia

28 August 2023

Saran Ahli Bila Ingin Olahraga Ditengah Polusi Udara yang Tidak Bersahabat

Olahraga di tengah tingginya polusi udara. (Foto: DetikHealth/Averus Al Kautsar)

Topik polusi udara tinggi di DKI Jakarta dan sekitarnya tengah menjadi sorotan banyak pihak. Kualitas udara di Jakarta dinilai begitu buruk hingga dapat menyebabkan berbagai penyakit pernapasan.

Walaupun demikian, nampaknya semangat warga Jakarta untuk tetap aktif berolahraga di luar ruangan tidak surut. Dari pemantauan detikcom di sekitar CFD Sudirman, nampak masyarakat tetap aktif beraktivitas bersama keluarga. Bahkan tak sedikit keluarga yang membawa anak-anak.

Suyanto (61) warga Jakarta Barat mengatakan bahwa tingginya polusi akhir-akhir ini membuatnya khawatir. Terlebih di usianya yang sudah tidak muda lagi, ia juga menjadi lebih rentan terkena polusi.

"Ya kalau saya namanya umur saya sudah 61 tahun ya kan harus hati-hati sekali terutama kalau di jalan raya harus pakai masker juga. Saya milih daerah sini (SUGBK) karena lebih banyak pohon, jadi polusinya nggak gitu kerasa, lebih ada penangkalnya," ucap Suyanto pada detikcom.

Selain itu, Bona (25) warga Jakarta Selatan mengaku bahwa polusi udara sudah membuatnya mengalami beberapa masalah kesehatan seperti tenggorokan kering dan hidung berair. Namun ia menyebut hal tersebut tidak menghalanginya untuk tetap berolahraga.

"Ini olahraga aku paksain terus aku kebetulan juga ada program lari. Walaupun polusi aku harus tetap harus jalanin takutnya ototku terlalu rileks juga nggak bagus," ujarnya.

Namun, Bona menambahkan bahwa intensitas olahraganya akhir-akhir ini juga ia kurangi. Ia mengatakan polusi udara yang tengah terjadi membuat olahraganya menjadi lebih sulit.

"Cuman memang kalau sebelumnya lari 15 km aku kurangin jaraknya soalnya engap juga sekarang gara-gara polusi," beber Bona.

Aman Olahraga di Tengah Polusi?

Dokter spesialis paru dr Erlang Samoedro, SpP(K) menjelaskan bahwa olahraga seperti berjalan dan bersepeda masih dapat dilakukan di lingkungan yang berpolusi.

Ia menjelaskan ada yang namanya tipping point dan break-even point pada kadar polutan. Dua hal tersebut merupakan patokan untuk seseorang berolahraga di tengah polusi udara yang buruk.

dr Erlang memisalkan olahraga bersepeda hanya diperbolehkan selama 30 menit dengan tipping point di PM2.5 95 mikrogram/m3 dan break-even point 160 mikrogram/m3.

"Jadi bisa polusi udara sampai 95, kita bisa melakukan olahraga bersepeda selama 30 menit. Dan break-even pointnya di 160 mikrogram/m3. Jadi bersepeda selama 30 menit, itu bisa 95-160 mikrogram/m3. Jadi break evennya di 30 menit di PM2.5, 160 mikrogram/m3," ucapnya dalam sebuah konferensi pers.

"Kalau kita sekarang 152 pada pagi hari, itu kita masih bisa melakukan sepeda selama 30 menit. Karena kan tadi kita ambil patokannya 160, masih bisa bersepeda sampai 30 menit," ucapnya lagi.

Sementara dr Erlang mengatakan bahwa untuk berjalan kaki hanya bisa dilakukan 30 menit dengan break event point pada PM2.5 di atas 200 mikrogram/m3.

"Kalau sudah di atas 200 mikrogram, kita masih bisa berjalan kaki selama 30 menit. Nah untuk kisaran WHO, tipping point dan break-even point itu di 7 jam dan 16 jam untuk berjalan kaki di PM2.5, 22 mikrogram/m3. Tapi ini jarang sekali ya, karena PM 2.5, 22 mikrogram/m3 ini mungkin di atas gunung aja kali ya yang jarang ada kendaraan," imbuh dr Erlang.

Apabila masyarakat berolahraga melebih pada kada polutan di tipping point dan dan break-even point tersebut, dr Erlang mengatakan hal tersebut dapat menyebabkan penurunan fungsi paru dan meningkatkan risiko kelainan metabolisme.

"Dan 30 menit olahraga di level polusi yang sangat tinggi akan meningkatkan ikatan COHb (hemoglobin). Seperti kita ketahui CO (karbon monoksida) itu berasal dari pembakaran, seharusnya diberikan oksigen, jadi diubah ikatannya jadi CO," pungkasnya.



























Artikel ini telah tayang di health.detik.com dengan judul "Curhat Warga DKI Paksa Diri Tetap Olahraga di Tengah Polusi, Nggak Takut Engap?"