Hagia Sophia

21 November 2025

Masih Realistis Eliminasi Kasus TBC pada Tahun 2030?

Ilustrasi. (Foto: Getty Images/iStockphoto/kemalbas)

Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI menargetkan eliminasi kasus TBC pada tahun 2030. Koordinator Tim Kerja Surveilans Kemenkes dr Triya Novita Dinihari penanganan TBC memerlukan bantuan berbagai pihak, karena menurutnya ini tak serta merta masalah kesehatan saja, tapi juga masalah sosial.

Salah satunya, ia menyoroti masih banyaknya masyarakat yang tinggal di wilayah padat penduduk, yang akhirnya dapat meningkatkan risiko penyebaran TBC. Namun, di sisi lain masyarakat juga tidak memiliki pilihan lain karena hanya dapat tinggal di wilayah tersebut.

Pada saat ini, pemerintah ini tengah dalam proses melakukan revisi Peraturan Presiden No 67 Tahun 2021 tentang Penanggulangan Tuberkulosis. Nantinya akan ada 29 kementerian yang terkait dalam proses penanggulangan TBC.

"Jadi misalkan kalau ada pasien TB yang rumahnya tidak layak, bagaimana rumah ini harus dibetulkan, apakah ini pekerjaan Kementerian Kesehatan, pasti bukan. Jadi kita menyertakan Kementerian Perumahan untuk hal itu," ujar dr Dini pada awak media di Jakarta Selatan, Rabu (12/11/2025).

"Lalu, misalkan mengobati pasien TB-RO (TBC resisten obat), tapi tidak semua orang itu punya BPJS, tidak semua orang punya KTP. Di sinilah kita juga akan melibatkan Kependudukan," sambungnya.

Menurut dr Dini bentuk penanganan utama TBC adalah diagnosis dan pengobatan yang cepat. Menurutnya, skrining harus dilakukan dengan metode tes yang lebih efektif. Saat ini pihaknya, mengusahakan tes-tes ini bisa dilakukan lebih baik di puskesmas.

Berkaitan dengan target eliminasi TBC di tahun 2030, meski waktunya tinggal 5 tahun lagi, dr Dini optimis target tersebut masih bisa dicapai.

Dalam rencana revisi Perpres yang dilakukan, salah satunya melakukan revisi pada angka insiden yang disesuaikan dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2029 di angka 190 per 100 ribu penduduk. Sedangkan, insiden kasus TBC saat ini berada di angka 386 per 100 ribu penduduk.

"Jadi kalau ditanya mungkin nggak (eliminasi tercapai)? Kalau saya harus mungkin. Ya nggak bisa bussines as usual, kita harus banting setir nih. Kalau misalnya kita dulu nunggu orang datang ke puskesmas, sekarang nggak bisa seperti itu. Samperin orang itu datang, harus aktif," ujar dr Dini.

Penemuan kasus secara aktif ini juga akan dilakukan di tempat-tempat prioritas, misalnya di lembaga pemasyarakatan, rumah tahanan, hingga daerah padat penduduk. dr Dini juga mendorong untuk tiap daerah memiliki inovasi masing-masing dalam menemukan kasus.

"Semua komponen harus bergerak dan semua lini bergerak," tandasnya.

























Artikel ini telah tayang di health.detik.com dengan judul "Siasat Kemenkes Atasi Kasus TBC di Indonesia, Eliminasi 2030 Masih Realistis?"