![]() |
Ilustrasi pasien. (Foto: Getty Images/gorodenkoff) |
Perempuan di India menyumbang lebih dari separuh kasus kanker baru, tetapi mayoritas kematian justru terjadi pada pria. Fenomena ini tampak janggal, lantaran secara global pada 2022 tercatat hampir 20 juta kasus kanker dengan risiko seumur hidup yang hampir seimbang antara laki-laki dan perempuan. Data World Cancer Research Fund menunjukkan, rata-rata 212 kasus kanker per 100.000 laki-laki dibanding 186 kasus per 100.000 perempuan.
Pada perempuan India, kanker payudara, serviks, dan ovarium mendominasi, dengan jenis kanker payudara dan serviks saja mencakup 40 persen kasus. Kanker serviks sebagian besar dipicu infeksi HPV, sementara kanker payudara dan ovarium lebih banyak dipengaruhi faktor hormonal serta perubahan gaya hidup, seperti kehamilan terlambat, berkurangnya frekuensi menyusui, obesitas, dan kurang gerak.
Sementara itu, pada pria, kanker mulut, paru-paru, dan prostat lebih umum ditemukan. Tembakau menjadi penyumbang terbesar, diperkirakan memicu 40 persen kanker yang sebenarnya dapat dicegah, terutama pada mulut dan paru-paru. Sayangnya, kanker pada pria sering terdiagnosis terlambat karena minim kesadaran skrining dan kecenderungan enggan memeriksakan diri, sehingga tingkat kematian lebih tinggi meski insidennya lebih rendah dibanding perempuan
Kenapa kasus kematian karena kanker lebih banyak pada pria?
Dikutip dari BBC, kondisi ini dipengaruhi oleh kampanye kesehatan publik. Kesadaran kanker perempuan lebih tinggi berkat layanan skrining dan pemeriksaan reproduksi, sehingga kanker kerap terdeteksi lebih awal.
"Kesehatan perempuan telah menjadi fokus yang lebih besar dalam kampanye kesehatan masyarakat, dan itu seperti pedang bermata dua. Kesadaran dan skrining yang lebih besar berarti lebih banyak kanker yang terdeteksi dini. Bagi pria, percakapan jarang melampaui tembakau dan kanker mulut," ujar Ravi Mehrotra, seorang spesialis kanker dan kepala Yayasan Centre for Health Innovation and Policy (CHIP) nirlaba.
"Perempuan, melalui pemeriksaan kesehatan reproduksi, lebih mungkin menemui dokter pada tahap tertentu. Sebaliknya, banyak pria mungkin menjalani seluruh hidup mereka tanpa pernah menemui dokter," lanjutnya.
Sebaliknya, bagi pria, percakapan kesehatan masih terbatas pada isu tembakau, padahal kanker paru-paru dan mulut cenderung agresif serta kurang responsif terhadap terapi.
Data dari 43 registri kanker India menunjukkan 11 dari setiap 100 orang berisiko terkena kanker seumur hidup, dengan proyeksi 1,56 juta kasus baru dan 874.000 kematian pada 2024. Beban kanker paling berat ada di wilayah timur laut, seperti Mizoram, sat risiko seumur hidup bisa dua kali lipat rata-rata nasional. Pola hidup berisiko merokok, mengunyah tembakau, konsumsi alkohol, hingga cara pengolahan makanan, menjadi faktor utama.
Fenomena di India juga mencerminkan kesenjangan global. Di negara maju, kanker payudara misalnya, lebih sering terdiagnosis tetapi angka kematian rendah berkat akses pengobatan berkualitas. Sebaliknya, di negara berpendapatan rendah, diagnosis terlambat membuat kematian lebih tinggi meski angka kasus lebih kecil. Hal ini menegaskan pentingnya akses merata terhadap pencegahan, deteksi dini, dan terapi yang efektif.
Para ahli menilai, transisi demografi, perubahan pola hidup, serta kesenjangan layanan kesehatan akan terus memengaruhi beban kanker di India. Perubahan gaya hidup sehat, pengendalian konsumsi tembakau dan alkohol, serta pemerataan fasilitas skrining menjadi kunci untuk menekan angka kematian yang terus meningkat.
Artikel ini telah tayang di health.detik.com dengan judul "Kematian Pria India karena Kanker Lebih Banyak Meski Kasus Tinggi di Wanita, Kok Bisa?"