Cerita siswa dan guru di Filipina yang harus menghadapi panas ekstrem. (Foto: JAM STA ROSA/AFP) |
Gelombang panas ekstrem melanda Filipina hingga menghambat kegiatan dari banyak sektor, termasuk pendidikan. Suhu telah mencapai 50 derajat Celcius di berbagai wilayah di Filipina.
Kondisi ini terjadi seiring dengan fenomena cuaca El Nino yang memperparah panas yang menyelimuti negara tersebut pada bulan-bulan musim panas di bulan Maret hingga Mei.
Sebelumnya, kegiatan belajar mengajar di Filipina sempat tertunda selama pandemi COVID-19. Kali ini, pembelajarannya kembali tertunda karena cuaca panas yang ekstrem
Cuaca panas yang terik ini tentu mengganggu para siswa dalam kegiatan belajar. Salah satunya dialami Kirt Mahusay, 23, yang pendidikannya terhenti karena COVID-19.
"Sekarang cuaca sangat panas. Panasnya membakar kulit saya, tidak seperti panas biasanya (musim panas) yang bisa ditoleransi," kata siswa menengah atas itu, dikutip dari CNA.
Hal yang sama juga dikeluhkan Esmaira Solaiman, siswa SMA berusia 20 tahun. Pendidikannya sempat tertunda pandemi dan mengikuti kelas online dari rumah.
Ia mengeluhkan suhu panas ekstrem yang melanda wilayahnya. Kondisi itu membuatnya tidak bisa fokus belajar.
"Saya tidak bisa fokus karena pusing kepanasan," ungkapnya.
Di ibu kota Filipina, Manila, para siswa yang menghadiri kelas tatap muka menggunakan alat-alat yang bisa membantunya mengatasi panas. Mulai dari kipas angin portable, buku catatan, bahkan kotak kardus untuk mendapatkan angin sepoi-sepoi.
Tak hanya para siswa, guru yang mengajar di sekolah juga mengeluhkan cuaca panas yang ekstrem ini. Memia Santos, guru sekolah menengah berusia 62 tahun merasa tekanan darahnya meningkat karena suhu yang panas.
"Tekanan darah saya meningkat karena panas. Punggung kami basah dan terkadang kami pusing."
Panas menyengat yang terjadi di beberapa wilayah di Asia Selatan dan Tenggara itu tentunya mempersulit siswa untuk belajar. Akibatnya, ribuan sekolah meliburkan para siswanya.
Penasihat pendidikan dasar untuk Selamatkan Anak-Anak Filipina, Xerxes Castro, membayangkan betapa stresnya para siswa belajar di suhu yang lebih dari 52 derajat celcius itu.
"Pada bulan Mei, kami memperkirakan akan ada lebih banyak penangguhan kelas karena gelombang panas. Kami melihat suhu rata-rata lebih dari 52 derajat Celcius, jadi Anda bisa membayangkan betapa stresnya hal ini bagi para pelajar," pungkasnya.
Artikel ini telah tayang di health.detik.com dengan judul "Curhat Siswa dan Guru di Filipina yang Hadapi Panas Ekstrem"