Warga menghadapi polusi udara. (Foto: Grandyos Zafna) |
Hujan mengguyur wilayah DKI Jakarta dan sekitarnya pada Minggu (27/8/2023). Hujan yang turun tersebut merupakan hasil teknologi modifikasi cuaca (TMC) yang dilakukan oleh pihak Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) sebagai langkah untuk mengurangi polusi udara di wilayah Jabodetabek.
Kepala Pusat Informasi Perubahan Iklim BMKG Dr A Fachri Radjab, S Si, M Si berbicara terkait efektivitas hujan buatan dari TMC yang telah dilakukan. Ia mengatakan bahwa kesuksesan prosedur TMC ditentukan oleh ada atau tidaknya bibit awan.
"Yang jelas syarat pelaksanaan TMC itu kan ketika kita menyemai garam itu harus ada bibit awannya dulu. Dari tanggal 19 sampai dengan hari ini sangat fluktuatif adanya bibit awan tersebut," ucap Fachri ketika ditemui detikcom, Senin (28/8/2023).
Fachri mengatakan bahwa intensitas bibit awan cukup banyak dalam dua hari terakhir. Namun, ia mencontohkan seperti pada tanggal 22-23 Agustus bibit awan tidak banyak ditemukan sehingga penyemaian tidak dapat dilakukan.
"Efektivitasnya tergantung pada keberadaan bibit awannya itu. Kami dari citra satelit dan radar itu ketahuan, ada potensi bibit awan itu nanti keliatan. Kalau ada potensi langsung terbang melakukan penyemaian," ujarnya.
Ia menambahkan, keberadaan bibit awan ini juga menentukan daerah mana saja yang tidak ikut 'kebagian' hujan buatan.
"Jadi untuk daerah-daerah yang nggak kena hujan ini karena bibit awan. Kayak kemaren contohnya tanggal 27, itu bibit awannya ada di sekitar Bogor. Terus kita semai alhamdulillah meluas awannya," ujarnya.
"Kalau kami melihatnya lebih ke arah dampaknya, dampak yang bisa dihasilkan. Tadi pagi, tingkat konsentrasi PM2.5 nya turun. Artinya apa? Bahwa memang indikasi kemanfaatannya," pungkasnya.
Artikel ini telah tayang di health.detik.com dengan judul "Jabodetabek Diguyur Hujan, BMKG Ungkap Efektivitas Modifikasi Cuaca Tangkal Polusi"