detikcom |
China kini tengah diterpa 'resesi seks'. Akibatnya, angka kelahiran baru di China dengan populasi sekitar 1,4 miliar disebut bakal mencetak rekor terendah tahun ini. Ahli demografi setempat juga mengungkapkan bahwa angkanya diperkirakan turun di bawah 10 juta, dari semula 10,6 juta bayi lahir per 2021.
"Sudah 11,5 persen lebih rendah dari tahun lalu," sebut salah satu pakar di China, dikutip dari Reuters, Rabu (17/8/2022).
Otoritas setempat kini mengizinkan setidaknya ibu melahirkan tiga anak, setelah sebelumnya sempat dibatasi satu anak berdasarkan kebijakan yang berlaku hingga 2016. Sayangnya, langkah tersebut masih belum efektif untuk meningkatkan angka kelahiran.
'Resesi seks' diartikan sebagai merosotnya gairah pasangan untuk berhubungan seksual, menikah, dan memiliki anak. Fenomena ini tidak hanya dialami China, tetapi juga di beberapa negara lain dan menjadi masalah demografi serius, yang dapat berdampak pada berbagai aspek kehidupan.
Penyebab Resesi Seks
Dikutip dari The Atlantic, fenomena resesi seks umumnya bisa terjadi akibat sejumlah faktor, di antaranya:
Menemukan 'kesenangan' dengan cara lain
Dari tahun 1992 hingga 1994, jumlah pria di Amerika melaporkan masturbasi dalam minggu tertentu meningkat dua kali lipat, menjadi 54 persen. Begitu juga jumlah wanita meningkat lebih dari tiga kali lipat, menjadi 26 persen.
Selain di Amerika hingga China, artikel Economist baru-baru ini mengungkapkan kaum muda di Jepang memandang seks sebagai mendokusai atau "melelahkan". Karenanya, mereka lebih sering mengunjungi toko onakura untuk masturbasi di depan karyawan wanita.
Selain itu, adanya kemudahan untuk mengakses internet, memudahkan seseorang mengakses pornografi yang kemungkinan berkontribusi pada lonjakan masturbasi dengan perluasan resesi seks.
Seks menyakitkan
Penyebab resesi seks berikutnya kemungkinan karena seks yang menyakitkan. Menurut sebuah penelitian pada 2012 oleh Debby Herbenick, seorang peneliti seks di University of Indiana di Bloomington, sebanyak 30 persen wanita mengalami rasa sakit terakhir kali mereka melakukan hubungan seks.
Permasalahan ekonomi
Ahli epidemiologi Swedia Peter Ueda dan rekannya menganalisis data Amerika Serikat dari 4.291 pria dan 5.213 wanita, menemukan bahwa antara tahun 2000 hingga 2018, tidak aktifnya seksual meningkat di antara pria berusia 18 hingga 24 tahun dan 25 hingga 34 tahun. Sedangkan wanita berusia 25 sampai 34 tahun.
Pria dengan pendapatan lebih rendah atau tanpa pekerjaan lebih cenderung tidak aktif secara seksual, termasuk juga pria dan wanita yang masih pelajar. Sebab, masih banyak anak muda yang tinggal bersama orang tua karena tidak memiliki pekerjaan, sehingga membuat mereka sulit menemukan pasangan.
Tingkat pernikahan yang sedikit
Psikolog Universitas Negeri San Diego Jean Twenge, mengungkapkan penyebab lainnya dari fenomena 'resesi seks' adalah tingkat pernikahan yang menurun. Mereka yang menikah umumnya melaporkan lebih banyak aktivitas seksual daripada mereka yang tidak menikah. Saat ini, lebih sedikit anak muda yang menikah atau berpasangan, dan karenanya lebih sedikit yang berhubungan seks.
Stres kerja dan kelelahan
Sebuah studi tahun 2010 oleh Guy Bodenmann dan rekannya menemukan bahwa stres kerja dan kelelahan juga kemungkinan penyebabnya. Orang-orang bekerja selama hari-hari yang panjang dan berat, pada akhirnya mereka terlalu lelah untuk mendapatkan mood.
"Stres yang dilaporkan sendiri lebih tinggi dalam kehidupan sehari-hari dikaitkan dengan tingkat aktivitas dan kepuasan seksual yang lebih rendah dan penurunan kepuasan hubungan," demikian bunyi studi tersebut.
Artikel ini telah tayang di health.detik.com dengan judul "Apa Itu 'Resesi Seks', Biang Kerok Kelahiran China Merosot Tajam"