Warga Jepang. (Foto: Khadijah Nur Azizah/ detikHealth) |
Kementerian Kesehatan Jepang melaporkan angka kelahiran di sana sudah mencapai titik terendah atau paling kritis dalam delapan tahun terakhir. Data menunjukkan angka kelahiran berada di 1,20 saat idealnya untuk mempertahankan populasi berada di 2,1.
Angka tersebut turun dari 1,26 pada 2022 dan merupakan penurunan tahunan kedelapan berturut-turut di negara berpenduduk 124 juta orang.
"Penurunan angka kelahiran yang terus berlanjut merupakan situasi kritis," kata seorang pejabat Kementerian Kesehatan yang bertanggung jawab atas data tersebut.
"Berbagai faktor, seperti ketidakstabilan ekonomi dan kesulitan dalam mengatur pekerjaan dan mengasuh anak, dapat menjadi penyebab turunnya angka tersebut," katanya.
Meski penurunan angka kelahiran merupakan tren umum di negara-negara maju, angka kelahiran di Jepang masih lebih tinggi dibandingkan negara tetangganya, Korea Selatan, yang bahkan mencatat angka kelahiran lebih rendah yakni di 0,72.
Namun, dengan jumlah penduduk tertua di dunia setelah Monako, Jepang berupaya keras mencari cara untuk mendorong ledakan kelahiran bayi guna mencegah krisis demografi yang akan terjadi.
Parlemen pada hari Rabu menyetujui revisi undang-undang untuk memberikan lebih banyak dukungan keuangan bagi orang tua, meningkatkan akses terhadap layanan penitipan anak, dan memperluas manfaat cuti orang tua.
"Ini adalah upaya terbaru pemerintah untuk meningkatkan angka kelahiran," sebut Perdana Menteri Fumio Kishida, dikutip dari SCMP Jumat (6/6/2024).
Salah satu inisiatif Jepang untuk meningkatkan angka kelahiran adalah aplikasi kencan yang dikembangkan oleh pemerintah kota Tokyo, bakal diluncurkan segera di musim panas ini.
Ibu kota Jepang akan meluncurkan aplikasi kencannya sendiri pada awal musim panas ini sebagai bagian dari upaya pemerintah untuk meningkatkan penurunan angka kelahiran nasional, kata seorang pejabat Tokyo pada hari Selasa.
Pengguna akan diminta untuk menyerahkan dokumentasi yang membuktikan mereka secara hukum masih lajang dan menandatangani surat dengan pernyataan mereka bersedia untuk menikah.
Syarat lainnya yakni melampirkan keterangan penghasilan, dengan slip sertifikat pajak untuk membuktikan gaji tahunan.
"Kami mengetahui bahwa 70 persen orang yang ingin menikah tidak secara aktif mengikuti acara atau aplikasi untuk mencari pasangan," kata seorang pejabat pemerintah Tokyo yang bertanggung jawab atas aplikasi baru tersebut kepada AFP. "Kami ingin memberi mereka dorongan lembut untuk menemukannya."
Bukan hal yang aneh bagi pemerintah kota untuk menyelenggarakan acara perjodohan di Jepang, saat angka kelahiran turun ke titik terendah pada 2023, tetapi jarang ada pemerintah daerah yang mengembangkan sebuah aplikasi.
Wawancara akan diperlukan untuk mengonfirmasi identitas pengguna sebagai bagian dari proses pendaftaran aplikasi Tokyo, yang telah diuji coba secara gratis sejak akhir tahun lalu.
Banyak pengguna media sosial menyatakan skeptis terhadap rencana tersebut, salah satunya mengatakan, apakah ini sesuatu yang harus dilakukan pemerintah terhadap pajak kita?
Yang lain menulis bahwa mereka tertarik karena mereka akan merasa lebih aman. Tahun lalu Jepang mencatat dua kali lebih banyak kematian bayi baru lahir.
Angka kelahiran turun selama delapan tahun berturut-turut menjadi 758.631, turun sebesar 5,1 persen, menurut data awal pemerintah. Jumlah kematian mencapai 1.590.503.
Negara ini menghadapi kekurangan tenaga kerja yang semakin meningkat.
Artikel ini telah tayang di health.detik.com dengan judul "Angka Kelahiran di Jepang Capai Titik Paling 'Kritis'"