![]() |
| Menghangatkan nasi sisa tidak boleh sembarangan. Foto: Getty Images/Stefan Tomic |
Nasi yang disimpan beberapa jam hingga seharian kerap dianggap masih aman selama tidak berbau, tidak berlendir, dan warnanya tetap normal. Anggapan ini masih banyak dipercaya, padahal dalam ilmu keamanan pangan, kondisi nasi yang tampak baik belum tentu bebas risiko. Bakteri dapat mulai tumbuh pada nasi matang yang disimpan tidak tepat, bahkan sebelum muncul bau, lendir, atau tanda pembusukan lainnya.
Oleh karena itu, memahami cara penyimpanan nasi yang benar menjadi kunci untuk mencegah risiko gangguan kesehatan akibat konsumsi nasi yang sudah terkontaminasi.
Standar keamanan penyimpanan nasi matang merujuk pada pedoman keamanan pangan internasional, yang secara khusus menempatkan nasi dan makanan berbasis beras sebagai pangan berisiko karena potensi pertumbuhan bakteri Bacillus cereus. Sejumlah otoritas seperti Food and Drug Administration (FDA) Amerika Serikat, Food Standards Agency (FSA) Inggris, serta tinjauan jurnal mikrobiologi pangan menjelaskan bahwa bakteri ini kerap ditemukan pada beras, mampu bertahan dalam bentuk spora saat proses memasak, dan dapat berkembang kembali ketika nasi disimpan pada suhu yang tidak tepat.
Oleh karena itu, penilaian aman atau tidaknya nasi sisa tidak cukup hanya mengandalkan bau atau tampilan, melainkan sangat ditentukan oleh suhu dan lama penyimpanannya. Aturan waktu dan suhu ini bukan tanpa dasar. Di Indonesia sendiri, keamanan penyimpanan makanan matang diatur dalam kerangka kebijakan keamanan pangan nasional.
Bagaimana Aturan di Indonesia?
Di Indonesia, keamanan penyimpanan makanan matang termasuk nasi diatur dalam kerangka umum keamanan pangan, bukan aturan khusus yang menyebutkan durasi jam penyimpanan nasi secara eksplisit. Salah satu payung hukumnya adalah Peraturan Pemerintah (PP) No. 86 Tahun 2019 tentang Keamanan Pangan, yang menegaskan bahwa pangan yang diproduksi, disimpan, dan disajikan harus memenuhi prinsip keamanan agar tidak membahayakan kesehatan manusia.
Dalam praktik teknis, Kementerian Kesehatan melalui pedoman higiene sanitasi jasa boga menekankan prinsip pengendalian suhu untuk makanan matang. Makanan yang disajikan panas harus dijaga pada suhu minimal 60°C, sedangkan makanan matang yang disimpan dingin harus berada pada suhu 4°C atau lebih rendah, guna menekan pertumbuhan mikroorganisme patogen yaitu mikroorganisme yang dapat menyebabkan penyakit. Prinsip suhu ini berlaku untuk berbagai makanan matang, termasuk nasi, yang dikenal berisiko bila disimpan pada suhu tidak tepat.
Sementara itu, BPOM dalam berbagai edukasi keamanan pangan juga menegaskan bahwa pangan matang yang dibiarkan terlalu lama pada suhu ruang berisiko terkontaminasi mikroba. Karena belum ada ketentuan nasional yang menetapkan "batas jam nasi matang" secara spesifik, praktik di Indonesia umumnya mengacu pada prinsip umum keamanan pangan nasional yang kemudian diperkuat oleh pedoman internasional (seperti FDA atau FSA) untuk penjelasan waktu yang lebih rinci, khususnya pada pangan berisiko seperti nasi.
Meski kerangka aturan sudah ada, persoalan kerap muncul dalam praktik sehari-hari terutama ketika nasi yang sudah basi dianggap aman kembali setelah dipanaskan ulang.
Mengapa Nasi Basi Tak Boleh Dipanaskan?
Anggapan bahwa nasi basi aman dimakan setelah dipanaskan ulang berasal dari keyakinan lama yang menganggap panas selalu mampu membuat makanan kembali aman. Dalam ilmu keamanan pangan modern, anggapan ini tidak sepenuhnya benar.
Bakteri Bacillus cereus diketahui mampu bertahan dalam bentuk spora selama proses memasak nasi. Granum dan Lund dalam tinjauan mereka di Journal of Applied Microbiology menjelaskan bahwa spora ini dapat mulai tumbuh kembali ketika nasi disimpan pada suhu yang tidak tepat, lalu menghasilkan racun. Sejumlah literatur mikrobiologi pangan mencatat bahwa racun yang dihasilkan bakteri ini bersifat tahan panas, sehingga toksin tidak rusak meskipun nasi dipanaskan ulang, meski bakteri penyebabnya bisa saja sudah mati.
Salah satu racun yang dihasilkan Bacillus cereus adalah toksin emetik bernama cereulide. Toksin ini dikenal sangat stabil terhadap panas dan tidak mudah dihilangkan hanya dengan pemanasan ulang atau pemasakan normal. Akibatnya, meskipun proses pemanasan ulang dapat membunuh sel bakteri yang masih hidup, cereulide yang telah terbentuk tetap bertahan dan membuat nasi yang terkontaminasi berisiko menimbulkan gangguan kesehatan.
Secara klinis, Bacillus cereus dikenal sebagai penyebab keracunan makanan yang dapat memicu dua jenis sindrom, yakni sindrom emetik dan sindrom diare. Gejalanya meliputi mual, muntah, kram perut, hingga diare, yang umumnya muncul dalam beberapa jam setelah mengonsumsi makanan yang terkontaminasi. Literatur ilmiah menegaskan bahwa aktivitas toksin, bukan bakteri hidupnya, yang menjadi penyebab utama timbulnya gejala tersebut-dan inilah alasan mengapa pemanasan ulang tidak selalu membuat nasi kembali aman dikonsumsi.
Setelah memahami mekanisme risiko tersebut, pertanyaan berikutnya adalah bagaimana seharusnya menyikapi nasi sisa agar tetap aman dikonsumsi?
Hal yang Sebaiknya Dilakukan dengan Nasi Sisa
Berdasarkan pedoman keamanan pangan internasional dan nasional, keamanan nasi sisa sangat bergantung pada suhu dan cara penyimpanannya sejak awal. Berikut panduan praktis menyimpan nasi sisa berdasarkan kondisi penyimpanannya.
Di suhu ruang (sekitar 25-30°C):
Nasi matang sebaiknya tidak dibiarkan lebih dari 2 jam. Pada rentang suhu ini, nasi berada di zona bahaya (5-60°C), kondisi yang memungkinkan Bacillus cereus berkembang dengan cepat, bahkan ketika nasi belum berbau atau berlendir.
Disimpan di rice cooker yang masih menyala:
Jika rice cooker menjaga suhu nasi di atas 60°C, pertumbuhan bakteri dapat ditekan. Dalam kondisi ini, nasi masih relatif aman dikonsumsi selama beberapa jam di hari yang sama. Namun, penyimpanan dalam rice cooker tidak disarankan terlalu lama atau semalaman, karena suhu dapat menurun dan risiko perlahan meningkat.
Disimpan di kulkas:
Untuk penyimpanan lebih lama, nasi sebaiknya segera didinginkan dan disimpan di kulkas (di bawah 4°C). Berdasarkan pedoman keamanan pangan, nasi matang dalam kondisi ini umumnya aman dikonsumsi hingga 3-4 hari, selama disimpan dalam wadah tertutup dan dipanaskan ulang hingga panas merata.
Disimpan di freezer:
Pembekuan dapat menghentikan aktivitas bakteri. Nasi matang yang disimpan di freezer dapat bertahan lebih lama, meski kualitas tekstur dan rasa bisa menurun setelah dicairkan.
Jadi, jangan terkecoh tampilan nasi yang masih terlihat baik. Keamanan nasi sisa ditentukan oleh cara penyimpanannya sejak awal memahami aturan suhu dan waktu dapat membantu mencegah risiko keracunan yang sebenarnya bisa dihindari.
Artikel ini telah tayang di health.detik.com dengan judul "Salah Kaprah Memanaskan Nasi Sisa: Tidak Bau Bukan Jaminan Masih Aman"
