![]() |
| Foto ilustrasi: Getty Images/bymuratdeniz |
Stroke tidak hanya menyerang usia lanjut. Seorang wanita berusia 22 tahun nyaris kehilangan nyawa akibat stroke hemoragik. Kondisi ini dipicu oleh malformasi arteriovenosa (AVM) serebral atau kelainan pembuluh darah di otak.
Beruntung, penanganan darurat yang cepat membuat nyawanya berhasil diselamatkan.
Loan (bukan nama sebenarnya) dilarikan ke Instalasi Gawat Darurat RS Umum Tam Anh, Hanoi, Vietnam, dalam kondisi koma berat. Saat tiba di RS, ia tidak menunjukkan refleks dengan skor Glasgow Coma Scale (GCS) 6, jauh di bawah kondisi normal yang berada di angka 15.
Pemeriksaan menunjukkan pupil mata kiri melebar hingga 4 mm tanpa respons cahaya. Sementara pupil kanan melebar 3 mm dengan reaksi lemah.
Loan juga mengalami kelumpuhan pada kedua sisi tubuh. Hasil CT scan mengungkap hematoma akut berukuran besar di belahan otak kiri, dengan ukuran mencapai 78x59x57 mm.
Tak hanya itu, terjadi pembengkakan otak luas yang menekan tentorium cerebellum kiri dan memicu herniasi unkal yang mengancam batang otak. Dokter juga menemukan hematoma subdural di hemisfer kiri dengan ketebalan sekitar 7,5 mm.
Kepala Departemen Bedah Saraf dan Tulang Belakang RS Tam Anh, Dr Nguyen Duc Anh, menjelaskan perdarahan hebat tersebut berasal dari pecahnya malformasi arteriovenosa. Kondisi ini menyebabkan penumpukan darah di otak dan menciptakan situasi yang sangat kritis.
Tim medis kemudian melakukan operasi mikrosurgi darurat, dengan membuka sebagian tulang tengkorak untuk mengangkat hematoma besar sekaligus malformasi pembuluh darahnya. Tujuannya menghentikan perdarahan dan mempertahankan struktur saraf semaksimal mungkin.
"Lokasi hematoma sangat dekat dengan pembuluh darah yang pecah, sehingga risiko perdarahan ulang selama operasi cukup tinggi," jelas Dr Anh, dikutip dari VNExpress.
Pembengkakan otak dan tekanan intrakranial yang meningkat juga membuat otak membesar dan menyulitkan visibilitas saat tindakan. Selama sekitar empat jam operasi, tim bedah saraf bekerja dengan presisi tinggi untuk menjaga jaringan otak sehat.
Operasi akhirnya berhasil, seluruh hematoma terangkat dan sumber perdarahan dapat dikendalikan.
Usai operasi, Loan menjalani perawatan intensif untuk menurunkan pembengkakan otak, mencegah pembekuan darah, serta menstabilkan kondisi hemodinamik.
Setelah satu minggu, kondisi Loan mulai membaik dan keluar dari fase kritis. Ia kemudian memulai program rehabilitasi untuk memulihkan fungsi motorik dan kognitif. Pasca 30 hari perawatan, kesadarannya meningkat signifikan dan kondisinya semakin stabil.
Menurut Dr Anh, stroke hemoragik kerap menyebabkan kecacatan jangka panjang yang lebih berat dibandingkan jenis stroke lain. Tanpa pertolongan cepat, kondisi ini bisa berujung pada kelumpuhan permanen, kondisi vegetatif, hingga kematian.
Ia menjelaskan malformasi arteriovenosa serebral bisa bersifat bawaan sejak lahir atau berkembang seiring waktu. Karena itu, orang dengan AVM disarankan menjalani pemantauan rutin untuk menilai risiko dan menentukan penanganan yang tepat.
Kasus Stroke di Usia Muda Meningkat
Kasus stroke pada usia muda kini semakin meningkat. Sebuah studi di jurnal Frontiers in Neurology (2025), mencatat angka kejadian stroke pada usia 15-39 tahun mencapai 25,45 kasus per 100.000 orang pada 2021. Dengan 101 negara melaporkan angka di atas rata-rata global.
Faktor gaya hidup dinilai berperan besar, mulai dari pola makan tidak sehat, kurang aktivitas fisik, hingga stres kerja. Risiko stroke bisa ditekan dengan menerapkan pola hidup sehat sejak dini.
"Jaga asupan makanan seimbang, kurangi garam dan lemak jenuh, perbanyak sayur, buah, dan protein sehat seperti ikan dan daging putih," terangnya.
Dr Anh juga menyarankan olahraga rutin minimal 150 menit per minggu, tidur cukup, mengelola stres, serta mengontrol penyakit penyerta.
Artikel ini telah tayang di health.detik.com dengan judul "Peringatan buat Gen Z! Kasus Stroke Makin Muda, Usia 20-an Juga Bisa Kena"
