Ada satu pertanyaan yang menghantui umat manusia. Bagaimana rasanya terjun melampaui titik yang tidak bisa kembali lagi? Foto: BBC Magazine |
Ada satu pertanyaan yang menghantui umat manusia sejak kita pertama kali mempelajari tentang lubang hitam lebih dari satu abad yang lalu, bagaimana rasanya terjun melampaui titik yang tidak bisa kembali lagi?
Kita masih belum memiliki jawabannya, namun simulasi superkomputer baru yang dibuat NASA mungkin adalah tebakan terbaik yang kita miliki, berdasarkan data saat ini.
Lubang hitam bisa jadi merupakan gambaran dari hal-hal yang tidak dapat diketahui. Terbentuk dari inti bintang mati raksasa yang runtuh karena gravitasinya sendiri, mereka sangat padat sehingga materinya terkompresi menjadi ruang yang saat ini tidak dapat dijelaskan oleh ilmu fisika.
Dibuat dengan superkomputer NASA, simulasi ini melacak sebuah kamera yang mendekat, mengorbit sebentar, dan kemudian melintasi cakrawala peristiwa, sebuah titik yang tak bisa kembali dari lubang hitam raksasa seperti yang ada di pusat galaksi kita.
"Orang-orang sering bertanya tentang hal ini, dan simulasi proses yang sulit dibayangkan ini membantu saya menghubungkan matematika relativitas dengan konsekuensi nyata di alam semesta," kata Jeremy Schnittman, astrofisikawan di Pusat Penerbangan Luar Angkasa Goddard NASA yang menciptakan visualisasi tersebut, dikutip dari situs resmi NASA.
"Jadi saya mensimulasikan dua skenario yang berbeda, satu di mana kamera sebagai pengganti astronaut yang berani meleset dari cakrawala kejadian dan meluncur kembali, dan satu lagi di mana kamera melewati batas, menentukan nasibnya," lanjut dia.
Tujuannya adalah lubang hitam supermasif dengan massa 4,3 juta kali massa Matahari, setara dengan monster yang berada di pusat galaksi Bima Sakti.
"Jika Anda punya pilihan, Anda ingin jatuh ke dalam lubang hitam supermasif," jelas Schnittman.
"Lubang hitam bermassa bintang, yang memiliki massa sekitar 30 massa matahari, memiliki cakrawala kejadian yang jauh lebih kecil dan gaya pasang surut yang lebih kuat, yang dapat mencabik-cabik objek yang mendekat sebelum sampai ke cakrawala," lanjut dia.
Hal ini terjadi karena tarikan gravitasi di ujung objek yang lebih dekat ke lubang hitam jauh lebih kuat daripada di ujung lainnya. Objek yang jatuh akan meregang seperti mie, sebuah proses sebuah proses yang disebut para astrofisikawan sebagai spaghettifikasi.
Event horizon lubang hitam yang disimulasikan membentang sekitar 25 juta kilometer, atau sekitar 17% dari jarak Bumi-Matahari.
Awan gas panas yang berpusar dan berputar-putar yang disebut piringan akresi mengelilinginya dan berfungsi sebagai referensi visual selama kejatuhan.
Begitu juga dengan struktur bercahaya yang disebut cincin foton, yang terbentuk lebih dekat ke lubang hitam dari cahaya yang telah mengorbitnya satu kali atau lebih. Latar belakang langit berbintang yang terlihat dari Bumi melengkapi pemandangan ini.
Saat kamera mendekati lubang hitam, mencapai kecepatan yang semakin mendekati kecepatan cahaya itu sendiri, pancaran dari piringan akresi dan bintang-bintang latar belakang menjadi semakin terang, seperti suara mobil balap yang sedang melaju yang semakin kencang.
Cahaya mereka tampak lebih terang dan lebih putih ketika melihat ke arah perjalanan. Video dimulai dengan kamera yang berada pada jarak hampir 640 juta kilometer jauhnya, dengan lubang hitam yang dengan cepat memenuhi pandangan.
Sepanjang perjalanan, piringan lubang hitam, cincin foton, dan langit malam menjadi semakin terdistorsi, dan bahkan membentuk beberapa gambar saat cahayanya melintasi ruang-waktu yang semakin melengkung.
Dalam waktu nyata, kamera membutuhkan waktu sekitar 3 jam untuk sampai ke cakrawala peristiwa, melakukan hampir dua kali orbit 30 menit penuh di sepanjang jalan. Namun, bagi siapa pun yang mengamati dari jauh, kamera tidak akan pernah sampai di sana.
Ketika ruang-waktu semakin terdistorsi semakin dekat ke cakrawala, gambar kamera akan melambat dan kemudian tampak membeku. Inilah sebabnya mengapa para astronom pada awalnya menyebut lubang hitam sebagai "bintang beku".
Di cakrawala peristiwa, bahkan ruang-waktu itu sendiri mengalir ke dalam dengan kecepatan cahaya, batas kecepatan kosmik. Begitu berada di dalamnya, baik kamera maupun ruang-waktu yang dilaluinya bergegas menuju pusat lubang hitam.
"Begitu kamera melintasi cakrawala, kehancurannya akibat spaghettifikasi hanya tinggal 12,8 detik lagi," kata Schnittman.
Dari sana, hanya 128 ribu kilometer menuju singularitas. Bagian terakhir dari perjalanan ini akan berakhir dalam sekejap mata.
Dalam skenario alternatif, kamera mengorbit dekat dengan cakrawala peristiwa tetapi tidak pernah melintasi dan melarikan diri ke tempat yang aman.
Jika seorang astronaut menerbangkan pesawat ruang angkasa dalam perjalanan pulang pergi selama 6 jam sementara rekan-rekannya di pesawat induk tetap berada jauh dari lubang hitam, ia akan kembali 36 menit lebih muda dari rekan-rekannya.
Hal ini dikarenakan waktu berjalan lebih lambat di dekat sumber gravitasi yang kuat dan ketika bergerak mendekati kecepatan cahaya.
"Situasi ini bisa menjadi lebih ekstrem," kata Schnittman. "Jika lubang hitam berotasi dengan cepat, seperti yang diperlihatkan dalam film 'Interstellar' tahun 2014, ia akan kembali beberapa tahun lebih muda dari rekan-rekannya," imbuhnya.
Artikel ini telah tayang di inet.detik.com dengan judul "NASA Simulasikan Momen Tersedot ke Lubang Hitam"