Krisis populasi di China. (Foto: REUTERS/Tingshu Wang) |
Menikah selama tujuh tahun, Hansen dan istrinya Momo mengasuh enam anak kecil di apartemen mereka di pusat kota Beijing.
Namun, mereka mengadopsi rutinitas pengasuhan yang sedikit berbeda dari ibu dan ayah pada umumnya: Mereka bermain lempar tangkap dengan 'anak-anaknya' dan mengajak mereka jalan-jalan setiap hari.
Anak-anak kecil ini bukanlah keturunan mereka, melainkan "anak bulu," atau "mao hai zi," dalam bahasa Mandarin, dan pasangan itu sangat menyayangi mereka sehingga mereka memanggil mereka sebagai "putri-putri kami, putra-putra kami."
"Mereka (anak bulu) adalar bagian dari keluarga kami," kata Momo.
Banyak pasangan China seperti Hansen, 36, dan Momo, 35, tidak tergila-gila pada anak. Sebaliknya, mereka telah menjadi orang tua hewan peliharaan.
Pada akhir tahun ini, jumlah hewan peliharaan di kota-kota China diperkirakan akan melampaui jumlah anak-anak berusia empat tahun ke bawah, menurut laporan penelitian bulan Juli oleh bank investasi Goldman Sachs yang meneliti peningkatan permintaan makanan hewan peliharaan.
Pada tahun 2030, jumlah hewan peliharaan di wilayah perkotaan China saja akan hampir dua kali lipat jumlah anak kecil di seluruh negeri, menurut proyeksinya. Tingkat kepemilikan hewan peliharaan di negara itu akan lebih tinggi lagi jika jumlah anjing dan kucing di daerah pedesaan juga disertakan.
Estimasi Goldman Sachs mencerminkan perubahan nilai-nilai generasi yang tidak lagi menganut pemikiran tradisional bahwa pernikahan adalah tentang melahirkan dan mewariskan garis keturunan keluarga.
Prediksinya untuk bayi kurang menggembirakan. Laporan tersebut memproyeksikan jumlah kelahiran baru di China akan menurun pada tingkat tahunan rata-rata sebesar 4,2% antara tahun 2022 dan 2030 karena menurunnya jumlah wanita dalam kelompok usia 20 hingga 35 tahun, serta keengganan kaum muda untuk memiliki anak.
Populasi negara itu menurun untuk pertama kalinya dalam beberapa dekade pada tahun 2022, yang menurut para analis merupakan penurunan pertama sejak bencana kelaparan tahun 1961 yang dipicu oleh rencana bencana mantan pemimpin Mao Zedong. Setahun kemudian, China dilampaui oleh India sebagai negara dengan populasi terbanyak di dunia.
Banyak pasangan merasa sulit menghadapi biaya membesarkan anak yang terus meningkat di tengah ketidakpastian ekonomi. Ekonomi terbesar kedua di dunia ini menghadapi tantangan mulai dari pengangguran kaum muda yang tinggi hingga krisis properti yang berkepanjangan.
Pada konferensi perempuan tahun lalu, pemimpin China Xi Jinping memberi kuliah kepada para delegasi tentang cara membina jenis perkawinan dan budaya melahirkan yang baru. Pesannya jelas bagi perempuan China: Menikahlah dan punya bayi.
Artikel ini telah tayang di health.detik.com dengan judul "Kelahiran Anjlok, Warga China Lebih Pilih Pelihara Anjing daripada Punya Anak"