detikcom |
Kementerian Kesehatan RI hingga kini tak melaporkan temuan kasus cacar monyet di Indonesia. Namun pakar meyakini, besar kemungkinan cacar monyet sebenarnya sudah ada di Indonesia. Ia menyinggung, penyakit ini diyakini paling banyak ditemukan pada kelompok pria gay dan biseksual.
Hal tersebut disampaikan oleh epidemiolog dari Universitas Griffith Australia, Dicky Budiman. Menurutnya, potensi cacar monyet sudah masuk RI tersebut disebabkan kelompok rawan seperti gay dan biseksual bermobilitas di Indonesia.
"Bahwa ini (cacar monyet) sudah masuk (Indonesia) tentu besar kemungkinannya. Karena apa? Karena yang namanya kelompok berisiko yang tadi, yang menjadi kelompok yang paling rawan adalah gay, biseksual, dan pekerja seks kan ada juga di sini, di Indonesia," ujarnya dalam siaran langsung Suara Edukasi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI, Kamis (28/7/2022).
"Apakah mereka mobile? Yang mobile juga, mereka kemana-mana dan perilakunya hampir sama gonta-ganti pasangan. Kemudian juga tidak jelas pasangannya. Itu kan terjadi," sambung Dicky.
Di samping itu, masa inkubasi cacar monyet terjadi selama sekitar tiga minggu. Walhasil, seorang pelaku perjalanan luar negeri bisa baru mengalami gejala tiga minggu setelah terpapar virus cacar monyet. Kemungkinan, ia tidak terdeteksi membawa virus cacar monyet setibanya di RI.
"Ditambah lagi, masa inkubasi dari penyakit ini. Jadi masa inkubasi itu sampai muncul gejala itu bisa ada yang sampai 3 minggu baru muncul gejala. Artinya, kalau dia dari luar negeri atau bahkan orang luar negerinya ini yang dalam kelompok berisiko datang ke Indonesia menemui pacarnya atau apa, pasti dideteksi ada suhu segala macam," jelas Dicky.
"Tapi karena masa inkubasinya panjang, tidak terdeteksi, belum kelihatan lesi atau kelainan di kulit juga. Dia akan masuk ke negara. Makanya begitu terdeteksi, itu bisa banyak (kasus cacar monyet di Indonesia)," pungkasnya.
Artikel ini telah tayang di health.detik.com dengan judul "Pakar Yakini Cacar Monyet Sudah Masuk RI, Ini Alasannya"