Foto: AFP via Getty Images/STR |
Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) mendapatkan informasi bahwa gas air mata yang ditembakkan polisi saat tragedi Kanjuruhan sudah kedaluwarsa. Saat ini, temuan tersebut sedang didalami.
Berdasarkan informasi yang didapat pihak Komnas HAM, gas air mata tersebut diproduksi tahun 2016 dan kedaluwarsa pada 2019.
"Kita mendapat informasi memang itu kedaluwarsa, ada yang ditemukan kedaluwarsa. Ini sedang kita dalami," Kata Komisioner Komnas HAM, Choirul Anam, pada detikcom, Senin (10/10/2022).
Apakah gas air mata yang sudah kedaluwarsa menjadi lebih berbahaya?
Kepala Pusat Penelitian Kimia LIPI Agus Haryono menjelaskan gas air mata sebetulnya ada beberapa jenis. Namun, yang paling umum digunakan biasanya mengandung zat kimia 2-chlorobenzalmalononitrile atau disebut CS.
Senyawa itu berbentuk serbuk putih yang akan berubah menjadi gas saat tercampur zat pelarut.
Menurut Agus, ketika gas air mata kedaluwarsa, hal yang mungkin terjadi adalah proses oksidasi. Itu akan membuat efektivitas senyawa CS berkurang.
"Sebenarnya kalau bahan kimia itu kedaluwarsa, dari struktur kimianya mungkin mengalami proses oksidasi. Artinya efek terhadap dia bereaksi efektivitasnya menurun," jelas Agus pada detikcom beberapa waktu lalu.
"Jadi, malah bukan tambah pedas ya. Karena reaksi terhadap mata jadi lebih tidak sensitif," sambungnya.
Selaras dengan itu, dr Zeiras Eka Djamal, SpM, dari Jakarta Eye Center (JEC) mengatakan bahwa tidak ada hubungan antara tanggal kedaluwarsa dengan efek lebih perih dari gas air mata. Sebab, gas air mata memang menyebabkan iritasi pada mata dan saluran pernapasan.
"Terasa lebih perih itu subjektif, sih. Gas air mata memang menyebabkan efek perih di mata, makanya disebut gas air mata," pungkasnya beberapa waktu lalu.
Artikel ini telah tayang di health.detik.com dengan judul "Gas Air Mata di Tragedi Kanjuruhan Disebut Kedaluwarsa, Lebih Berbahaya?"