Foto: Getty Images/loops7 |
Tim penelitian yang dipimpin oleh para dokter dari tiga rumah sakit terkemuka di China menemukan petunjuk baru soal 'long COVID'. Temuan tersebut akan membantu identifikasi awal individu yang berisiko tinggi dan memberikan petunjuk tingkat molekuler dari penyakit ini.
Anggota tim yang terdiri dari Rumah Sakit Persahabatan China-Jepang, Rumah Sakit Peking Union Medical College, dan Rumah Sakit Jinyintan Wuhan menerbitkan temuan tersebut di jurnal medis internasional The Lancet.
Penelitian ini melibatkan 181 pasien COVID-19 yang telah dipulangkan dari Rumah Sakit Jinyintan Wuhan dari bulan Januari hingga Mei 2020. Mereka juga membandingkannya dengan kelompok kontrol yang terdiri dari 181 orang, yang memiliki usia dan jenis kelamin yang sama, namun belum terinfeksi COVID-19.
Untuk mengetahuinya, tim mengumpulkan sampel plasma darah dari pasien COVID-19 dan kelompok kontrol pada tiga titik waktu. Periode waktu tersebut seperti enam bulan, satu tahun, dan tiga tahun setelah infeksi dan melakukan analisis khusus.
Mereka mengatakan bahwa sekitar 10 persen populasi global yang terinfeksi virus Corona baru bisa mengembangkan long COVID. Kondisi tersebut bisa mempengaruhi banyak sistem organ tubuh.
Dikutip dari China Daily, mereka mencatat adanya sisa virus di jaringan setelah infeksi. Itu merupakan reaktivitas silang antara antibodi spesifik terhadap virus Corona dan protein inang, yang menyebabkan reaksi autoimun dan kemungkinan lainnya.
Namun, hipotesis tersebut masih memerlukan verifikasi lebih lanjut.
Saat ini, diagnosis dan pengobatan Long COVID masih menjadi tantangan. Terutama karena kurangnya biomarker untuk identifikasi dan intervensi dini.
Oleh karena itu, penting untuk menemukan pola pemulihan biologis pasien COVID-19 dalam jangka waktu yang lebih lama. Selain itu, perlu mengeksplorasi protein penting yang dapat mempengaruhi hasil jangka panjang untuk mempelajari mekanisme Long COVID.
Artikel ini telah tayang di health.detik.com dengan judul "Peneliti China Ungkap Misteri di Balik Long COVID, Begini Temuannya"