Situasi di Gaza (Foto: AP Photo/Hatem Moussa) |
Ketua Presidium MER-C, dr Sarbini Abdul Murad, membagikan pengalamannya saat bertugas di Gaza Palestina. Pada saat itu, ia ditunjuk untuk membuka jalur agar program MER-C bisa sampai ke wilayah tersebut.
"Pada 2007 akhir saya diutus sama teman-teman untuk membuka jalan ke Palestina. Itu jalan jalan yang luar biasa, saya berada sekitar 9 bulan itu untuk merintis jalan untuk bisa masuk ke Palestina. Karena waktu itu ada wacana publik kita, jadi di kantor memutuskan saya yang merintis jalan dulu," ucapnya dalam media briefing PB IDI Mengenai Sharing Pengalaman para Dokter Indonesia di Zona Perang, Jumat (10/11/2023).
dr Sarbini bercerita bahwa dia melakukan perjalanan melalui Mesir untuk sampai di Gaza. Ia pun lebih dulu sampai di Gaza dibandingkan rekan-rekannya yang lain. Hal ini dikarenakan rekan dr Sarbini pada saat itu mengalami tekanan saat di perbatasan.
"Karena setiap dua kilometer ada pemeriksaan yang sangat ketat. Rombongan ini nggak bisa masuk padahal bawa banyak bantuan," imbuhnya.
Departemen luar negeri pun akhirnya ikut turun tangan untuk melakukan diskusi agar orang Indonesia bisa masuk ke Gaza.
"Akhirnya kita masuk Gaza diiringi banyak ambulan. Jadi kita konvoi nggak boleh kepisah sampai ke Rumah Sakit Al-Shifa. Ketika sampai disambut baik oleh para dokter di sana," ucap dr Sarbini.
Lebih lanjut, Ketua Presidium MER-C ini mengatakan suasana di Gaza kala itu sampai sekarang tak ada perbedaan. Selama perjalanan ke rumah sakit, ia bersama rombongan tak berhenti mendengar serangan bombardir Israel.
"Suara bom menggelegar, intensitas serangan dari Israel tak berubah sampai sekarang," katanya.
Awal bertugas di RS Al-Shifa, dr Sarbini mengaku takut lantaran mendengar suara drone manuver pesawat tempur setiap malam. Namun lama-kelamaan, ia mengaku menikmatinya.
Dirinya juga mengaku kagum dengan masyarakat Gaza yang terlihat tenang saat Israel melakukan gempuran yang terus-menerus.
"Awalnya mengerikan tapi 3-4 hari kok lama-lama menikmati, jadi penghantar tidur," tuturnya.
"Mereka lebih tenang menghadapi itu, mungkin karena mereka sudah terbiasa dari zaman dahulu jadi genetiknya sudah biasa dan terbawa sampai sekarang," sambungnya lagi.
Artikel ini telah tayang di health.detik.com dengan judul "Cerita Dokter RI saat Bertugas di Gaza, Suara Bom Israel Jadi Pengantar Tidur"